Kepala Daerah Jadi Koruptor Bertambah, Pencegahan Dipertanyakan

7 hours ago 8

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap mengingatkan pentingnya upaya pencegahan korupsi bagi kepala daerah. Sebab Yudi mengamati besarnya "godaan" bagi kepala daerah untuk melakukan korupsi. 

Hal itu dikatakan Yudi merespon banyaknya kepala daerah yang terjaring KPK dalam kasus korupsi. Baru-baru ini, Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya (AW) sebagai tersangka dalam perkara penerimaan suap proyek dan gratifikasi di wilayahnya. 

"Tentu ini kondisi memprihatinkan dan sebenarnya bisa dimitigasi bahwa kepala daerah ini rawan terjadinya korupsi. Apalagi paska pilkada serentak sudah ada beberapa kepala daerah tertangkap KPK," kata Yudi kepada Republika dikutip pada Sabtu (13/12/2025). 

Yudi mendorong pencegahan korupsi dilakukan oleh semua pihak, tak terkecuali sang kepala daerah. Pasalnya, Yudi mengakui banyak celah yang bisa disalahgunakan kepala daerah demi meraup keuntungan pribadi. 

"Oleh karena itu, maka pencegahan penting utk menjaga integritas kepala daerah supaya tidak lakukan korupsi mulai dari lelang jabatan, pengadaan barang dan jasa, termasuk perizinan tambang, dan juga setoran anak buah," ujar Yudi. 

"Ini penting supaya tidak ada kepala daerah yg ketangkap karena korupsi lagi," ucap mantan Ketua Wadah Pegawai KPK itu. 

Yudi juga menyinggung pentingnya integritas sebagai penangkal korupsi dari dalam diri sang kepala daerah. Tanpa integritas, mereka bisa saja tergoda menyalahgunakan jabatan. Apalagi mereka menggelontorkan uang tak sedikit saat kampanye. 

"Sebab kepala daerah ini kalau mereka tidak berintegritas pasti akan tergiur untuk bisa kembali modal dari uang kampanye yang mereka keluarkan," ujar Yudi. 

Di sisi lain, Guru besar IPDN sekaligus mantan Dirjen Otonomi Daerah Prof Djohermansyah Djohan mendata terdapat 412 kepala daerah yang terlibat kasus korupsi. Data itu dikumpulkannya sejak sistem pemilihan langsung digunakan pada 1 Juni 2005.

Djohermansyah mengamati sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) berbiaya mahal menjadi salah satu alasan kepala daerah terjerat kasus korupsi. Djohermansyah menyayangkan praktek ini masih berlangsung. 

"Apa yang salah? Nah, kalau kita pelajari secara baik, bakal ada yang salah pasti dalam sistem kenegaraan kita, toh.

Nah, jadi, yang salah itu adalah model pemilihan yang berbiaya mahal," kata Djohermansyah kepada Republika, Kamis (11/12/2025). 

Djohermansyah menyebut mahalnya biaya politik diawali "mahar" kepada partai pengusung. Sang calon kepala daerah dinilai mesti menyediakan sejumlah uang sebagai mahar agar mendapat dukungan. 

"Ketika dia costnya mahal, keluar untuk apanya biaya mahal? Untuk pertama beli kendaraan (pengusung) beli mahar, untuk mahar politik, kan. Nah, mahar politik kan, untuk partai-partai pengusung, pengusung utamanya," ujar Djohermansyah. 

Read Entire Article
Politics | | | |