REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya pada Sabtu (13/12/2025) mengumumkan APD dan DHP sebagai tersangka kasus penipuan penyelenggara pernikahan (wedding organizer/WO) atas nama PT Ayu Puspita Sejahtera. Berdasarkan pemeriksaan, penyidik juga mendalami dugaan adanya Skema Ponzi yang dijalankan oleh para tersangka dalam mengelola bisnis penyelenggaraan pernikahan tersebut.
Skema Ponzi merupakan modus penipuan investasi ilegal yang menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat dengan risiko minim. Secara fakta, keuntungan tersebut bukan berasal dari hasil bisnis yang sah, melainkan dari setoran atau modal yang dibayarkan oleh investor baru. Modus yang digunakan, yakni sistem gali lubang tutup lubang, dengan memanfaatkan dana dari pendaftar baru untuk menutupi kewajiban terhadap klien sebelumnya.
"Tersangka menjalankan bisnisnya dengan sistem gali lubang tutup lubang. Untuk menutupi kegiatan atau pendaftar yang lebih dahulu, karena nilainya murah, kemudian ditutupi dengan pendaftar berikutnya," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Besar (Kombes) Polisi Iman Imanuddin.
Skema tersebut berlangsung dalam kurun waktu cukup lama hingga akhirnya menimbulkan akumulasi kerugian yang sangat besar. Pada titik tertentu, para tersangka tidak lagi mampu memenuhi kewajiban kepada para korban.
"Setelah sekian lama berjalan, ini menjadi satu kerugian yang besar yang harus ditanggung. Dan pada akhirnya tersangka tidak bisa memenuhinya," katanya.
Sebanyak 207 laporan tersebut terdiri dari 199 laporan pengaduan pernikahan yang belum terlaksana. Sedangkan delapan aduan lainnya laporan polisi karena pernikahan yang sudah terlaksana.
Laporan polisi ataupun pengaduan yang masuk tersebut tersebar di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya dan Polres jajaran. Posko pengaduan dibuka melalui media sosial Instagram Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, layanan pusat panggilan (call center) 110 Polri dan posko pengaduan langsung di kantor Ditreskrimum.
Dalam penanganan perkara tersebut, penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 372 dan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penggelapan dan penipuan, dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara.
Selain itu, penyidik juga terus mengembangkan perkara dengan melakukan penelusuran (tracing) aset milik para tersangka.
"Selain pasal 372 dan 378 KUHP, kami juga terus melakukan pengembangan dalam proses penyidikan ini dengan tracing asset yang bersangkutan," katanya.
Adapun, total kerugian korban dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp11,5 miliar. Menurut Iman, angka kerugian tersebut sangat mungkin bertambah seiring masih dibukanya posko layanan pengaduan bagi masyarakat yang merasa menjadi korban.
"Jumlah ini masih sangat mungkin bertambah karena laporan pengaduan masih berjalan," ujar Iman.
sumber : Antara

3 hours ago
2









































