Freedom Flotilla Rencanakan Kembali Pelayaran Menembus Blokade Gaza

8 hours ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Misi kemanusian menembus blokade Zionis Israel di Jalur Gaza, Palestina akan kembali digelar. Freedom Flotilla Coalition (FFC) merencanakan kembali pengibaran layar dan angkat jangkar serempak dari seluruh dunia untuk mengakhiri penderitaan masyarakat Palestina di Gaza dari genosida Zionis Israel.

Rencana pelayaran akbar tersebut menyusul mandulnya gencatan senjata yang diinisiasi otoritas-otoritas internasional dalam menyudahi penjajahan Zionis Israel di Tanah Palestina. FFC bersama kelompok-kelompok kemanusian lainnya dari seluruh penjuru dunia melangsungkan pertemuan empat hari di Dublin, Irlandia pada 5 sampai 8 Desember 2025 yang lalu.

Salah satu yang disepakati dalam pertemuan tersebut, menyepakati tentang misi kemanusian untuk Palestina 2026 mendatang. Anggota Steering Committee FFC dari Ship to Gaza Denmark Benk Erik Kroyer memastikan pentingnya untuk kembali menyatukan misi global dalam pelayaran bersama membuka koridor kemanusian untuk Gaza.

“Armada Flotilla akan berlayar lagi pada tahun 2026,” kata Kroyer melalui siaran pers Freedom Flotilla yang diterima Republika di Jakarta, pekan lalu. Kata dia, pelayaran kembali armada kemanusian bukan hanya sebagai simbol kemanusian. Tetapi sebagai bentuk protes warga dunia terhadap negara-negara dan otoritas-otoritas internasional yang gagal menyudahi agresifnya militer Zionis Israel di Jalur Gaza dan di wilayah Palestina lainnya di tengah-tengah gencatan senjata yang sudah diundangkan.

“(Pelayaran kemanusian) bukan hanya sebagai isyarat atau simbol. Tapi sebagai deklarasi keberanian dari masyarakat sipil seluruh dunia yang tidak bisa hanya tinggal diam sementara masyarakat di Gaza masih dicekik dan akan dimusnahkan,” kata Kroyer.

Pasukan elite Israel mencoba menaiki salah satu kapal peserta Global Sumud Flotilla di perairan Palestina, Kamis (2/10/2025).

“Kami akan mempersiapkan lebih banyak kapal, lebih banyak partisipasi internasional, dan akan lebih banyak tindakan yang terkoordinasi,” sambung dia. Para peserta dalam pertemuan di Dublin, juga mengecam situasi, maupun krisis kemanusian yang masih terjadi di Gaza pascagencatan senjata.

Zionis Israel hingga kini gencar menyerang Palestina di tengah gencatan senjata. Aksi-aksi ilegal tentara zionis tersebut membuat syahid ratusan anak-anak. Dan Zionis Israel menolak masuk bantuan kemanusian ke Gaza. Bahkan melarang masuknya bantuan-bantuan internasional untuk membantu masyarakat di Gaza dari keadaan musim dingin.

“Bahwa pengakhiran genosida, mencabut pengepungan, dan membongkar sistem apartheid dan pendudukan yang telah berlangsung selama beberapa dekade, membutuhkan tindakan masyarakat sipil internasional yang lebih masif, dan yang lebih dari sebelumnya,” begitu dalam pernyataan FFC.

Anggota Steering Committee FFC dari US Boat to Gaza, Huwaida Arraf juga mengkritisi pengesahan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) 2803. Kata dia, resolusi tersebut cacat karena mengadopsi rencana sepihak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trumph terkait masa depan Gaza dan Palestina. Bahkan menurutnya, Resolusi 2803 itu mengingkari hukum-hukum internasional yang selama ini menjadi fondasi keberadaan PBB dalam penghentian penjajahan.

“Resolusi 2803 mewakili salah satu upaya paling berbahaya dalam sejarah untuk membuat hukum internasional tidak relevan. Resolusi ini tidak memajukan hak-hak Palestina dalam arti yang berarti. Sebaliknya, resolusi ini memasang perwalian neokolonial yang dipimpin oleh kekuatan-kekuatan yang telah mempersenjatai, mendanai, dan melindungi secara politik kekejaman Israel selama beberapa dekade,” begitu kata Arraf. “Dan Resolusi Dewan Keamanan 2803 merupakan pengabaian moral oleh negara-negara terkuat di dunia, dan lembaga-lembaga internasional atas hak-hak rakyat Palestina yang dikesampingkan selama 80 tahun,” ujar dia.

Karena itu, kata Arraf, kelompok sipil di seluruh dunia harus merespons kegagalan negara-negara, dan otoritas-otoritas internasional menyudahi penjajahan Zionis Israel di Tanah Palestina tersebut dengan aksi-aksi yang lebih masif. "Ketika negara-negara gagal, rakyat harus bertindak. Ini bukan saatnya untuk mengendurkan pekerjaan kita, tetapi untuk mengintensifkan perjuangan dekolonialisasi kita, memperluas barisan kita, dan mengubah kemarahan kolektif menjadi momentum global yang tak terbendung." kata Arraf.

Misi kemanusian Freedom Flotilla dalam upaya membuka blokade Zionis Israel di Jalur Gaza, Palestina mencapai puncaknya pada September 2025 lalu. Ketika itu misi pelayaran akbar menembus Gaza dilakukan oleh Armada Global Sumud Flotilla dari 45 negara, termasuk Indonesia. Dan misi tersebut berlanjut ketika Armada Thousand Madleens to Gaza dari 23 negara menyusul pelayaran akbar tersebut. Meskipun dua misi kemanusian itu berakhir dengan penyerangan tentara Zionis Israel, akan tetapi misi kemanusian menembus blokade Gaza melalui jalur laut itu, memunculkan reaksi di seluruh dunia untuk satu suara mendukung kemerdekaan Palestina dari penjajahan dan genosida Zionis Israel.

Read Entire Article
Politics | | | |