Penelitian Ungkap Cara Beruang Kutub Susun Ulang DNA Hadapi Perubahan Iklim

3 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Penelitian terbaru menunjukkan beruang kutub menjadi mamalia pertama yang menyusun ulang genetika mereka sendiri untuk bertahan hidup di tengah tekanan perubahan iklim. Para peneliti dari University of East Anglia, Inggris, mempublikasikan temuan ini di jurnal Mobile DNA.

Perubahan iklim menghancurkan habitat beruang kutub hingga mereka terpaksa beradaptasi dengan pemanasan yang terjadi di Arktik. "Sedihnya, beruang kutub masih diperkirakan akan punah pada abad ini. Dua pertiga populasinya akan hilang pada tahun 2050," kata ketua penulis penelitian tersebut, Alice Godden, seperti dikutip dari NBC News, Ahad (14/12/2025).

Namun, Alice yakin temuannya tetap memberi secercah harapan. "(Temuan ini) memberi peluang bagi kita untuk mengurangi emisi karbon dioksida guna memperlambat laju perubahan iklim dan memberi beruang-beruang ini lebih banyak waktu untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di habitat mereka," katanya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan University of Washington, Godden dan timnya menganalisis sampel darah beruang kutub di bagian timur laut dan tenggara Greenland. Mereka menemukan perilaku genetik beruang-beruang di daerah tenggara yang lebih hangat terhadap tekanan panas, penuaan, dan metabolisme berbeda dengan beruang-beruang di timur laut.

Godden dan timnya menemukan kelompok beruang yang berbeda mengalami perubahan pada bagian DNA yang berbeda dan dengan kecepatan yang berbeda pula. Aktivitas perubahan genetik ini bergantung pada lingkungan dan iklim spesifik tempat mereka tinggal.

Godden mengatakan hal ini menunjukkan, untuk pertama kalinya, satu kelompok dari suatu spesies terpaksa "menulis ulang DNA mereka sendiri". Ia menambahkan proses ini dapat dianggap sebagai "mekanisme bertahan hidup yang putus asa menghadapi mencairnya es laut".

Berdasarkan data Badan Administrasi Atmosfer dan Kelautan AS (NOAA), suhu laut Arktik berulang kali menembus rekor dalam beberapa tahun terakhir. Peneliti memperingatkan kenaikan suhu mengurangi luas lapisan es yang sangat dibutuhkan beruang-beruang kutub untuk berburu.

Para peneliti mengatakan hilangnya lapisan es ini tidak hanya mengisolasi beruang-beruang kutub, tetapi juga membuat mereka kelaparan. Godden menjelaskan perubahan genetika terjadi saat sistem pencernaan beruang kutub harus beradaptasi dengan pola makan baru. Mereka terpaksa memakan tumbuhan dan makanan lain yang rendah lemak karena tidak bisa berburu.

"Ketidaktersediaan makanan menjadi masalah nyata bagi beruang-beruang ini di berbagai belahan Arktik, tetapi paling jelas di daerah tenggara. Hal ini mungkin menunjukkan bentuk dan komposisi tubuh mereka juga berubah sebagai respons terhadap lingkungan yang semakin menghangat," kata Godden.

Godden mengatakan ia dan timnya memutuskan untuk fokus pada kelompok beruang di wilayah tenggara Greenland yang paling terdampak pemanasan global. Dengan begitu, mereka dapat mengetahui apa yang terjadi pada populasi beruang kutub pada abad ini ketika tren perubahan iklim saat ini terus berlanjut.

Lembaga konservasi internasional (IUCN) memperkirakan populasi beruang kutub yang tersisa saat ini sekitar 26 ribu. IUCN mengategorikan satwa yang nama latinnya Ursus maritimus itu sebagai hewan berstatus Rentan punah. "(Penelitian) ini tidak berarti risiko beruang kutub punah berkurang," kata Godden.

Namun, tambahnya, penelitiannya dapat memberikan cetak biru mengenai bagaimana beruang kutub dapat beradaptasi dengan perubahan iklim. "Kita semua harus bertindak lebih banyak dalam memitigasi emisi karbon dioksida kita demi memperpanjang peluang untuk menyelamatkan spesies luar biasa yang sangat penting ini," katanya.

Pada 2015, Kelompok Spesialis Beruang Kutub IUCN menetapkan beruang kutub berstatus Rentan. Kategori Rentan merupakan tingkat terendah dari tiga kategori “terancam” dan menunjukkan spesies menghadapi risiko tinggi kepunahan di alam liar.

Beruang kutub juga berstatus Rentan pada penilaian 2008. Hewan ini telah berstatus Rentan sejak 1982. Penilaian 2015 berbasis analisis kuantitatif dan disebut sebagai analisis yang paling ketat hingga kini.

Mengacu pada pedoman Daftar Merah IUCN yang mendorong pendekatan kehati-hatian namun realistis, para penilai menyimpulkan beruang kutub saat ini masih layak diklasifikasikan sebagai Rentan, meski menghadapi ancaman serius akibat perubahan iklim yang terus berlangsung.

Read Entire Article
Politics | | | |