REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah mengaruniai masyarakat Madinah dengan pelbagai keistimewaan. Di antara seluruh penduduk Jazirah Arab, mereka menonjol karena karakteristiknya yang ramah. Sifat itu sangat selaras dengan nuansa dakwah Nabi Muhammad SAW yang memudahkan, alih-alih mempersulit; menggembirakan, bukan memaksa; serta mencerahkan, bukan pesimistis.
Hati penduduk Madinah dibuka oleh Allah SWT untuk segera memeluk risalah Rasulullah SAW. Mengapa keadaannya berbeda dengan kebanyakan warga Makkah, padahal di sanalah beliau lahir dan berasal?
Muhammad Musthofa Mujahid punya penjelasan tentang hal ini. Dalam bukunya, Abqariatu ar-Rasul fi Iktisab al-'Uqul (Rasulullah Sang Jenius), ia mengungkapkan bahwa faktor utama pembentuk karakter penduduk Madinah adalah pekerjaan mereka, yaitu bertani.
Masyarakat petani terbiasa hidup dalam suasana gotong royong, baik pada level keluarga ataupun masyarakat. Kegiatan pertanian menuntut mereka untuk piawai bekerja sama antarindividu, terutama pada saat musim tanam dan tuai.
Pada masa penantian panen pun, lanjut Mujahid, mereka mempunyai aktivitas lain yang juga diwarnai semangat tolong-menolong. Umpamanya, menjaga tanaman, memerah susu, atau bersosialisasi dengan sesama.
Kondisi seperti itu membentuk watak masyarakat Madinah yang terbuka, baik untuk berdialog ataupun bersinergi. Keadaan sebaliknya terjadi pada masyarakat Makkah yang umumnya berprofesi sebagai pedagang.
Cara berpikir kaum saudagar cenderung kalkulatif dan transaksional. Berpedoman pada hukum untung dan rugi, mereka condong sukar untuk diajak berdialog. Orang sehebat Umar bin Khathab saja terheran dengan keluwesan penduduk Madinah, misalnya dalam menerima dengan tangan terbuka orang-orang Muhajirin. Namun, ia segera menyadari bahwa watak mereka memang terbentuk karena kebiasaan turun-temurun dan pola kerja keseharian yang digeluti.
Masjid sebagai pusat
Adanya kondisi alam yang subur, sikap masyarakat yang ramah, dan sebagian warganya yang sudah lebih dahulu mengenal ajaran Islam. Itulah beberapa faktor yang menstimulus Rasulullah SAW untuk menjadikan Madinah sentra dakwah.
Untuk membangun tatanan Islami di tengah masyarakat, Nabi SAW mendirikan sebuah masjid. Dengan dukungan seluruh sahabatnya, terwujudlah Masjid Nabawi. Di sini, beliau memulai mengajarkan Islam kepada siapapun yang hatinya terpanggil pada kebenaran.