Ekonomi Anjlok Gara-Gara Daya Beli Melemah, Ini Penjelasan Ekonom

4 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengkritisi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 yang mengalami perlambatan di angka 4,87 persen (year on year/yoy). Menurutnya, perlambatan ekonomi terjadi lantaran daya beli masyarakat mengalami pelemahan, seiring dengan melemahnya Indeks Keyakinan Konsumen yang dari Januari—Maret 2025.

“Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dari 4,91 persen (kuartal I 2024) menjadi 4,89 persen (kuartal I 2025) merupakan sebuah peringatan dini. Padahal kuartal I 2025 terjadi perayaan hari besar keagamaan Hari Raya Idulfitri,” ujar Nailul dalam keterangannya, Senin (5/5/2025).

Nailul mengatakan, momen musiman Ramadhan dan Idulfitri kenyataannya tidak mampu mendongkrak perekonomian. Sebagai perbandingan, pada 2023 pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 5,22 persen, bertepatan dengan mudik Lebaran.

Celios sebelumnya juga telah menghitung bahwa perputaran uang di momen Idulfitri tahun 2025 mengalami penurunan signifikan. Ekonom Celios lainnya, Bhima Yudhistira berpendapat, seiring dengan kondisi perlambatan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025, ada gejala resesi teknikal pada kuartal berikutnya.

“Secara qtq (kuartalan) angkanya cukup mengkhawatirkan, di mana pertumbuhan triwulan I 2025 minus 0,98 persen terendah dibandingkan periode yang sama sejak lima tahun terakhir. Sektor industri pengolahan yang tertekan menjadi sinyal berlanjutnya tekanan ekonomi. Skenario resesi teknikal harus dihindari,” ujar Bhima.

Ia mengatakan, konsekuensi dari sinyal resesi teknikal, industri pengolahan akan cenderung mengurangi pembelian bahan baku, melakukan efisiensi berbagai biaya produksi termasuk tenaga kerja.

Pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas di kuartal I 2025 diketahui hanya 4,31 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang masih tumbuh sebesar 4,64 persen.

“Indikator Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia yang berada di bawah level ekspansi atau 46,7 pada April 2025 perlu jadi perhatian pemerintah,” kata Bhima.

Ia menilai, tekanan akibat adanya perang dagang hanya salah satu faktor pemicu industri berada di bawah kapasitas optimalnya. Tetapi di dalam negeri, efek industri melemah ibarat lingkaran setan, menciptakan pelemahan daya beli lebih dalam berujung pada menurunnya permintaan produk industri.

“Maka pemerintah wajib meningkatkan daya beli masyarakat melalui program-program yang sifatnya fiskal ekspansif,” tegasnya.

Ia mencontohkan diantaranya adalah dengan pembagian bantuan sosial, terutama bagi kelompok menengah dan rentan. Menurutnya, pemerintah belum serius memberikan perlindungan bagi kelas menengah, rentan, maupun miskin. Terlebih pekerja informal ke depan diprediksi semakin besar porsinya karena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor formal, sehingga mereka membutuhkan jaringan pengaman sosial yang lebih memadai.

Diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 sebesar 4,87 persen. Angka tersebut atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp 5.665,9 triliun dan atas dasar harga konstan (ADHK) Rp 3.264,5 triliun.

Angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025 lebih rendah dibandingkan angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2024 yang sebesar 5,11 persen. Adapun bila dibandingkan triwulan IV 2024 atau secara kuartalan (qtq), ekonomi Indonesia terkontraksi sebesar 0,98 persen. BPS mencatat pada kuartal IV 2024 angka pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar 5,02 persen.

Namun, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, secara kuartalan atau qtq pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 sejalan dengan pola yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya di setiap kuartal I relatif selalu lebih rendah dibandingkan kuartal IV tahun sebelumnya.

“Dari sisi lapangan usaha pada triwulan I 2025 secara year on year, seluruh lapangan usaha tumbuh positif kecuali lapangan usaha pertambangan,” ungkap Amalia dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta, Senin (5/5/2025).

Amalia menjelaskan, lapangan usaha utama yang memberikan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah industri pengolahan, perdagangan, pertanian, konstruksi, serta pertambangan dengan total kontribusi dari kelima sektor tersebut mencapai 63,96 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Read Entire Article
Politics | | | |