
Oleh : Yusuf Wibisono – Direktur Next Policy
REPUBLIKA.CO.ID, Perbankan syariah nasional per 18 November 2025 secara resmi memiliki pemain besar baru, yaitu BSN (Bank Syariah Nasional), seiring BTN secara resmi melakukan spin-off BTN Syariah menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Langkah spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) BTN menjadi BUS, yang diawali dengan aksi BTN mengakuisisi Bank Victoria Syariah, adalah positif untuk mendorong keseriusan pelaku pasar dalam mengembangkan industri perbankan syariah.
Momentum spin-off UUS BTN semestinya berkontribusi untuk pencapaian dua agenda terbesar industri perbankan syariah nasional saat ini, yaitu meningkatkan market share industri dan mendorong iklim persaingan usaha yang lebih sehat. Hingga kini market share perbankan syariah masih sangat rendah, di kisaran 7,7 persen per November 2025. Di saat yang sama, iklim persaingan usaha adalah tidak sehat dimana industri kini sangat didominasi satu pemain yaitu BSI, dengan pangsa hingga lebih dari 40 persen. Sayangnya, momentum spin-off BTN Syariah ini gagal dioptimalkan, baik untuk meningkatkan market share industri maupun mendorong persaingan usaha yang lebih sehat.
Hal ini berawal dari kegagalan rencana awal BTN untuk mengakuisisi Bank Muamalat dan kemudian beralih mengakuisisi Bank Victoria Syariah sebagai cangkang untuk BTN Syariah pasca spin-off. Dengan menggabungkan BTN Syariah dan Bank Victoria Syariah, maka market share industri nyaris tidak terdampak, secara sederhana karena keduanya sejak awal adalah entitas bank syariah. Maka kelahiran BSN sebagai hasil penggabungan Bank Victoria Syariah dan BTN Syariah dipastikan tidak akan banyak memberi dampak market share industri yang terkini pada November 2025 ada di kisaran 7,7 persen.
Implikasi berikut dari dipilihnya Bank Victoria Syariah sebagai cangkang BTN Syariah pasca spin-off adalah BSN sebagai hasil penggabungan kedua-nya dipastikan tidak akan mampu menjadi bank syariah yang cukup besar untuk menjadi pesaing BSI yang kredibel. Dengan aset masing-masing di kisaran Rp 68,4 triliun dan Rp 2,9 triliun, maka penggabungan BTN Syariah dan Bank Victoria Syariah hanya akan menghasilkan bank syariah dengan ukuran sekitar Rp 71,3 triliun, jauh dibawah aset BSI yang di kisaran Rp 417 triliun.
Dengan pola spin-off BTN Syariah seperti diatas, maka peta persaingan industri perbankan syariah nasional hampir dapat dipastikan tidak akan banyak berubah dalam beberapa tahun ke depan. Dengan pangsa BSN hanya di kisaran 7 persen, maka perbankan syariah nasional ke depan masih akan terus didominasi BSI secara tidak proporsional, dengan pangsa terkini di kisaran 42 persen. Selain berdampak negatif pada iklim persaingan usaha yang sehat, dominasi BSI yang sangat tinggi juga membuat industri perbankan syariah menjadi rawan. Baik buruknya kinerja perbankan syariah nasional menjadi sangat bergantung pada satu entitas, yaitu BSI.
Dalam skenario ideal, BTN seharusnya mengakuisisi bank konvensional dengan ukuran aset yang setara atau bahkan lebih besar dari BTN Syariah. Dengan pola spin-off seperti ini maka kelahiran BSN akan meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah dan sekaligus menghasilkan lahirnya bank syariah besar yang akan menjadi pesaing BSI dengan fokus bisnis pada pembiayaan perumahan rakyat. Dalam skenario yang kurang ideal, setidaknya BTN mengakuisisi bank syariah dengan ukuran yang setara dengan BTN Syariah, seperti Bank Muamalat, sehingga setidaknya spin-off akan menghasilkan bank syariah baru yang cukup besar untuk menjadi pesaing BSI yang kredibel. Maka pola spin-off BTN Syariah yang akhirnya sekedar membawa pada konsolidasi industri saja, menjadi kabar buruk untuk market share industri dan iklim persaingan usaha di perbankan syariah nasional. Sulit berharap momentum spin-off berikutnya, yang akan dilakukan UUS CIMB Niaga, akan dilakukan dalam pola yang ideal.
BSI harus secepatnya mendapatkan pesaing yang kuat agar persaingan di industri perbankan syariah menjadi lebih sehat. Saat ini industri perbankan syariah sangat timpang dimana BSI menjadi satu-satunya pemain yang sangat dominan, menguasai sekitar 42 persen market share perbankan syariah nasional. Pesaing terdekatnya adalah BSN dengan market share hanya di kisaran 7 persen. Selayaknya BSI memiliki 2-3 pesaing yang kredibel agar iklim persaingan industri perbankan syariah nasional menjadi lebih sehat. Kasus lumpuhnya layanan BSI hingga satu pekan yang membuat konsumen perbankan syariah nasional mengalami kerugian sangat besar, harus menjadi pelajaran berharga.
Dengan market share yang sangat dominan, wajah industri perbankan syariah nasional sangat ditentukan oleh BSI. Hal ini tidak sehat dan memberi kerawanan besar pada perbankan syariah nasional yang kinerjanya menjadi sangat ditentukan oleh kinerja BSI. Ironisnya, dominasi BSI yang sangat besar ini adalah buah dari kebijakan pemerintah sendiri yaitu merger 3 bank syariah BUMN pada 2021, yaitu BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah.
Anugerah Syariah Republika dan Anugerah Adinata Syariah 2025 menjadi ajang kolaborasi strategis dan apresiasi bagi para pejuang ekonomi syariah di Indonesia. Acara puncak Indonesia Sharia Forum 2025 ini juga dirancang sebagai tempat silaturahim dan menguatkan semangat berjamaah sebagai landasan bersama dalam pengembangan ekonomi syariah yang berkelanjutan. Republika dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dengan bangga mengucapkan selamat kepada pemenang! Semoga acara ini menjadi bagian dari upaya memperkuat ekosistem ekonomi syariah nasional, serta simpul kokoh yang dapat mengantarkan Indonesia pada visi utamanya.

2 hours ago
4












































