REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan, Badan Pengelolaan Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) memiliki peluang untuk menjalankan peran sebagai penyedia likuiditas (liquidity provider) saham apabila memenuhi persyaratan yang tertuang dalam regulasi. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) April 2025 di Jakarta, Jumat (9/5/2025), mengatakan pihaknya telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 18 Tahun 2024 yang antara lain memuat persyaratan sebagai liquidity provider.
“Kalaupun tidak memenuhi hal tersebut (persyaratan dalam POJK), tentunya dia (Danantara) sebagai stabilisator harga itu juga bisa masuk melalui perusahaan-perusahaan anak dari Danantara. Secara teoritis, sebetulnya bisa (Danantara menjadi liquidity provider). Dia bisa melakukan perannya juga bisa, tetapi tidak harus sebagai liquidity provider tapi bisa melalui anak usahanya,” kata Inarno.
Sebagaimana tertuang dalam POJK 18/2024, Inarno menjelaskan bahwa pihak yang dapat menyelenggarakan kegiatan sebagai liquidity provider salah satunya perantara pedagang efek (PPE) yang telah memperoleh izin usaha dari OJK dan mendapat persetujuan dari bursa untuk menjalankan fungsi tersebut.
Namun di samping PPE, juga dibuka pihak lain untuk dapat menjadi liquidity provider sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan, merujuk pada ketentuan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) serta POJK 18/2024 mengenai pemenuhan syarat sebagai liquidity provider.
Kemudian, lanjut Inarno, pemenuhan ketentuan juga terkait dengan adanya sistem operasional yang memadai untuk melakukan perdagangan efek dan penyampaian kuotasi saham, harus menyediakan bid-offer secara aktif setiap hari, serta memiliki manajemen risiko dan keterbukaan informasi secara konsisten.
Ia menjelaskan, kegiatan liquidity provider memiliki tujuan untuk meningkatkan likuiditas saham dengan fundamental yang baik, namun memiliki tingkat likuiditas menengah (medium) dan rendah (low).
“Jadi kalau hanya likuiditas rendah tetapi fundamentalnya itu buruk, tidak bisa sebagai saham-saham yang di bawah liquidity provider,” kata Inarno.
Ia menambahkan, tidak semua saham dapat dilakukan kuotasi oleh liquidity provider. Dalam hal ini, hanya saham-saham yang eligible yang masuk ke dalam daftar efek liquidity provider oleh BEI. Dengan adanya aktivitas kuotasi atas efek tertentu oleh liquidity provider, hal ini diharapkan dapat meningkatkan likuiditas transaksi bursa melalui peningkatan volume transaksi dengan adanya kuotasi harga.
“Dan tentunya ini dapat juga mendorong agar pasar lebih stabil dan price discovery yang lebih baik. Itu adalah tujuan daripada liquidity provider,” kata Inarno.
Sebelumnya, BEI secara resmi memberlakukan Peraturan Bursa Nomor II-Q tentang Kegiatan Liquidity Provider Saham di Bursa dan Peraturan Bursa Nomor III-Q tentang Liquidity Provider Saham di Bursa sebagai dasar hukum implementasi Liquidity Provider Saham.
Peraturan ini mulai berlaku efektif pada 8 Mei 2025, dan merupakan komitmen BEI untuk terus berinovasi dalam meningkatkan likuiditas di pasar modal Indonesia serta menciptakan pasar modal yang lebih teratur, wajar, dan efisien, sekaligus menarik bagi seluruh pelaku pasar, baik domestik maupun internasional.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan bahwa peran Liquidity Provider menjadi sangat penting dalam meningkatkan pendalaman dan kualitas pasar, khususnya dalam mendukung pembentukan harga wajar serta mengurangi bid-ask spread pada saham-saham dengan likuiditas rendah.
sumber : Antara