Lelah Berperang, Tentara Israel Banyak yang Menolak Bertugas

3 hours ago 4

Tentara Israel menangisi rekan mereka yang tewas dalam operasi darat di Jalur Gaza, saat upacara pemakamannya di dewan regional Gezer Israel, 27 April 2025.

REPUBLIKA.CO.ID,TEL AVIV -- Gelombang penolakan terhadap mobilisasi militer kembali melanda Israel. Kali ini, tentara cadangan yang selama ini menjadi tulang punggung operasi militer di Gaza menyatakan kelelahan dan kekecewaan yang mendalam terhadap perang yang tak kunjung berakhir.

Menurut laporan Al Jazeera, semakin banyak tentara cadangan Israel yang menolak dipanggil kembali untuk bertugas. Mereka menyebut kelelahan fisik dan mental akibat penugasan berulang kali dalam perang yang tak memiliki titik akhir yang jelas. 

Penolakan ini menguat seiring dengan meningkatnya ketegangan internal di Israel terkait prioritas pemerintah dalam menghadapi konflik berkepanjangan dengan Hamas di Jalur Gaza.

Keputusan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk terus melanjutkan operasi militer alih-alih fokus pada pembebasan tawanan di Gaza menjadi titik kritik utama. Banyak pihak menilai pilihan itu sebagai bagian dari ambisi politik pribadi Netanyahu, bukan kepentingan nasional.

“Perang ini bukan lagi tentang keamanan Israel, melainkan tentang kelangsungan politik Netanyahu,” demikian kutipan isi surat terbuka yang dirilis oleh anggota dan mantan anggota Angkatan Udara Israel pada April lalu. Surat tersebut kemudian memicu gelombang protes dari unit-unit elit lainnya, termasuk Angkatan Laut dan Mossad.

Ketidakpuasan juga dirasakan publik. Ribuan warga Israel dalam beberapa pekan terakhir turun ke jalan, khususnya di depan Kementerian Pertahanan di Tel Aviv, memprotes keputusan pemerintah memanggil 60 ribu tentara cadangan tambahan. 

Mereka mempertanyakan arah kebijakan militer yang telah menyebabkan lebih dari 52 ribu warga Palestina tewas sejak perang pecah pada Oktober 2023, yang kebanyakan korbannya adalah perempuan dan anak-anak.

Sementara itu, keluarga para tawanan yang masih berada di Gaza makin lantang menyuarakan kritik. Mereka menilai pemerintah lebih memilih ambisi “kemenangan total” ketimbang menyelamatkan warganya yang masih disandera.

Kebijakan Netanyahu yang secara sepihak mengakhiri gencatan senjata pada Maret lalu, yang sejatinya bisa membuka jalan bagi pembebasan para tawanan, memperparah keretakan di masyarakat Israel. Kini, pilihan antara mengakhiri perang atau melanjutkan “perang abadi” menjadi perdebatan yang memecah belah bangsa.

Dengan tekanan dari dalam militer dan masyarakat sipil yang kian besar, masa depan strategi militer Israel di Gaza berada di ujung tanduk.

Read Entire Article
Politics | | | |