Lebih dari Sekadar Humas Kampus: Sunyi Kerja Jurnalistik LPM yang tak Ingin Orang Tahu

3 hours ago 3

Image Alfin Nur Ridwan

Edukasi | 2025-05-19 14:21:51

Dok: pngtree

Kerja jurnalistik bukanlah sekadar merangkai kata-kata indah dalam sebuah narasi, atau sekadar mendistribusi informasi tanpa jelas sumber dan kredibilitasnya. Di balik setiap berita yang tersaji, ada peluh dan malam-malam panjang yang dilalui para jurnalis, termasuk mereka yang tergabung dalam Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Namun, ironisnya, banyak yang menyebut LPM bergerak lambat. Mereka yang berkata demikian mungkin tidak pernah benar-benar memahami apa yang terjadi di balik layar redaksi.

Di ruang redaksi yang tidak luas, mahasiswa-mahasiswa dengan mata sembap duduk melingkar, berdiskusi tentang isu-isu yang mereka anggap layak diangkat. Bukan sekadar memilih topik yang menarik perhatian, tapi menimbang mana yang lebih penting untuk disuarakan. LPM bukan media arus utama yang berlomba-lomba menjadi yang tercepat. Mereka memilih untuk menjadi yang paling dalam, meski harus menggali lebih lama.

Liputan investigasi bukan sekadar datang, bertanya, dan selesai. Ada risiko yang harus ditanggung, ada pertanyaan yang harus disusun hati-hati agar tidak menyinggung narasumber. Ada data yang harus diverifikasi berkali-kali, sebab satu kesalahan kecil bisa berujung tuntutan besar. Di saat media lain mungkin sudah berlalu dengan headline bombastisnya, LPM masih berkutat pada satu kasus yang dianggap tak menarik bagi sebagian orang.

Mereka mengejar fakta, bukan sensasi. Mereka menelusuri dokumen, mewawancarai narasumber yang takut berbicara, merangkai potongan informasi yang tercecer. Mereka menggali isu-isu kampus yang tak dilirik media besar – mulai dari dugaan penyalahgunaan dana kegiatan mahasiswa hingga Ciu Bekonang yang mungkin tidak dianggap sebagai sebuah isu yang mesti diangkat ke permukaan. Semua dilakukan tanpa bayaran, hanya berbekal idealisme dan keyakinan bahwa kebenaran layak untuk diketahui.

Ketika berita akhirnya diterbitkan, banyak yang menganggap LPM terlambat. Padahal, mereka bukan terlambat. Mereka hanya menunggu hingga setiap fakta benar-benar terkonfirmasi. Mereka memilih untuk akurat ketimbang cepat, untuk benar ketimbang viral. Sebab bagi mereka, setiap berita bukan sekadar konten. Setiap berita adalah cerminan perjuangan, pengorbanan, dan komitmen terhadap prinsip-prinsip jurnalistik yang seharusnya tidak boleh dikorbankan demi mengejar jumlah klik atau likes.

Ada garis tegas yang memisahkan antara jurnalisme dan sekadar berbagi informasi. Garis itu bernama tanggung jawab. Dalam dunia yang bising oleh informasi yang berseliweran tanpa arah, kerja-kerja jurnalistik menjadi mercusuar yang seharusnya tetap tegak, menyoroti fakta di antara kabut opini dan rumor semata.

Jurnalisme bekerja dengan sistem, bukan insting. Seorang jurnalis tidak akan menulis berita hanya karena mendengar kabar simpang-siur di grup WhatsApp atau melihat unggahan viral di media sosial. Ia akan mencari sumber pertama, memverifikasi, mengonfirmasi ulang, mempertanyakan kembali, hingga akhirnya mengolah informasi itu menjadi sebuah berita yang dapat dipertanggungjawabkan. Ada proses pengecekan fakta, ada wawancara dengan narasumber kredibel, ada riset yang dilakukan demi satu hal: memastikan setiap kata yang tertulis adalah kebenaran, bukan sekadar kesan atau rekaan.

Pada akhirnya, dunia informasi akan terus bergerak, baik oleh mereka yang bekerja dengan prinsip-prinsip jurnalistik, maupun mereka yang asal share tanpa pertanggungjawaban. Tapi satu hal yang perlu kita ingat: Jurnalisme mungkin tidak selalu yang tercepat, tidak selalu yang paling menghibur, tapi ia adalah yang paling bisa dipercaya. Karena dalam jurnalisme, setiap kata yang terbit telah melalui proses panjang yang penuh risiko dan pengorbanan. Dan itulah yang membuatnya lebih berharga dari sekadar konten viral yang berumur pendek.

Mereka bilang LPM lamban. Menarik sekali memang. Dalam dunia jurnalisme, lamban bukan berarti lelet, tetapi cermat. Kami tidak ingin bergegas menyebar berita hanya demi klik atau sensasi. Kami bergerak berdasarkan fakta, data, dan verifikasi. Berita bukanlah mi instan yang bisa disajikan cepat saji. Berita adalah hidangan penuh bumbu, disajikan dengan hati-hati, agar tidak menyesatkan pembaca. Kalau mereka terbiasa asal nyinyir tanpa data dan keterangan sumber yang jelas, maka wajar saja jika mereka menganggap kami lamban. Karena bagi mereka, kebenaran bukanlah prioritas. Yang penting, jumlah like banyak, pengikut bertambah.

Jadi, sebelum menyebut LPM lambat, cobalah datang ke ruang redaksi mereka. Duduklah bersama para jurnalis mahasiswa yang bekerja hingga larut malam tanpa imbalan. Saksikan bagaimana mereka bertukar argumen untuk memastikan setiap kalimat layak diterbitkan. Karena di sana, di ruang kecil yang penuh dengan secangkir kopi dingin dan kertas berserakan, mereka sedang berjuang untuk menjaga integritas berita di tengah gelombang informasi yang semakin mudah terdistorsi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |