REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan bahwa program food estate yang diusung Presiden Prabowo Subianto berbeda secara fundamental dari model serupa di era Presiden Soeharto. Menurutnya, pendekatan baru ini menitikberatkan pada mekanisasi pertanian dan efisiensi produksi.
“Dulu, food estate dikelola secara manual, pakai cangkul. Panen jadi lama dan hasilnya kurang maksimal. Sekarang kita ubah pendekatannya,” ujar Sudaryono saat peluncuran PT Agrinas Pangan Nusantara (Persero) di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Ia menjelaskan, program food estate Prabowo mengedepankan penggunaan teknologi pertanian modern. Sebagai langkah awal, pemerintah mereformasi tiga BUMN — PT Yodya Karya, PT Indra Karya, dan PT Virama Karya — menjadi PT Agrinas Pangan Nusantara, PT Agrinas Palma Nusantara, dan PT Agrinas Jaladri Nusantara. Ketiganya kini difokuskan pada sektor pangan, perkebunan kelapa sawit, dan perikanan.
“Transformasi ini menjadi bagian penting dari upaya kita beralih dari sistem mekanisapi ke mekanisasi yang sesungguhnya,” kata Sudaryono.
Agrinas Pangan Nusantara ditargetkan mengelola 225 ribu hektare sawah baru tahun ini yang tersebar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan. Totalnya diproyeksikan mencapai 425 ribu hektare hingga akhir tahun 2025.
“Ini bukan lagi sawah yang dicangkul. Kita gunakan alat berat untuk mengelola lahan, dari persiapan tanah, penanaman, hingga panen,” lanjutnya.
Sudaryono optimistis mekanisasi yang didukung dengan penggunaan bibit unggul dan sistem irigasi yang efisien akan menciptakan model pertanian modern yang produktif dan berkelanjutan.
“Hitungan di atas kertas, produksi beras kita dari program ini bisa mencapai harga Rp 6.000 sampai Rp 7.000 per kilogram, dengan kualitas yang baik,” ujarnya.
Ia berharap, dengan pendekatan baru ini, Indonesia mampu mewujudkan ketahanan pangan yang lebih kokoh dan mandiri di tengah tantangan global.