Menjaga Jarak dengan Media Digital: Bukan Menjauh, Tapi Mengendalikan

2 hours ago 1

Image Umar Wachid B. Sudirjo

Bisnis | 2025-05-14 03:04:16

Menjaga Jarak dengan Media Digital: Bukan Menjauh, Tapi Mengendalikan
Oleh: Umar Wachid B Sudirjo
Di tengah arus deras informasi digital yang seolah tanpa henti, kita sering merasa tahu banyak hal — padahal sejatinya tidak benar-benar memahami apa-apa. Media digital telah menjadi ruang utama manusia modern dalam mengakses berita, hiburan, bahkan keyakinan. Tapi justru karena begitu dekat dan terus-menerus hadir, ia membuat kita kehilangan jarak pandang.
Tulisan ini saya buat bukan untuk menyalahkan siapa-siapa. Sebaliknya, ini adalah ajakan sadar — termasuk untuk diri saya sendiri — bahwa media digital, sebagaimana alat lainnya, perlu dijaga jaraknya agar tidak mengambil alih hidup dan cara berpikir kita.
DIGITAL: CERMIN ATAU CANDU?
Media digital adalah alat. Ia benda mati. Ia tidak salah, tidak juga benar. Tapi ia bisa menjadi sangat mematikan jika berada di tangan yang salah — atau ketika digunakan tanpa kesadaran. Ia bisa jadi cermin yang memantulkan kenyataan, tapi bisa pula menjadi candu yang memabukkan dan memalsukan dunia.
Masalahnya bukan di alat, tapi di kita, manusia yang terlalu melekat padanya. Kita terlalu percaya, terlalu bergantung, terlalu terburu-buru percaya bahwa yang tampil di layar adalah kenyataan. Kita kehilangan kemampuan untuk diam, berpikir, menyaring, dan menguji kebenaran. Kita hanya mencari apa yang kita inginkan, bukan apa yang sebenarnya kita butuhkan.
ILUSI KEBEBASAN, REALITA KETERIKATAN
Banyak orang berkata, “Lewat media digital, kita bebas menjelajah.” Tapi bukankah justru di sanalah kita sering tersesat? Kebebasan yang tidak diiringi dengan kemampuan berpikir kritis justru menjebak kita dalam ruang gema (echo chamber): hanya melihat, membaca, dan percaya pada apa yang cocok dengan pendapat pribadi.
Lebih celakanya, banyak dari kita menganggap media digital sebagai sesuatu yang netral, modern, bahkan suci dari kesalahan. Padahal faktanya, media digital tidak dikelola oleh mereka saja yang berniat baik. Justru lebih banyak di dalamnya adalah kepentingan, manipulasi, dan algoritma yang dirancang untuk memanen perhatian, bukan memberikan pencerahan.
MENJAGA JARAK UNTUK MENGENDALIKAN
Inilah mengapa menjaga jarak bukan berarti menjauh atau menghindari media digital — melainkan mengambil kembali kendali, agar kita tidak menjadi budak dari aliran informasi yang beracun. Jarak memberi ruang untuk menyaring. Jarak membuat kita jernih melihat mana informasi yang benar, mana yang semu, mana yang menyesatkan.
Seperti mengendarai mobil: kita butuh kaca spion, butuh jarak aman, agar bisa melihat sekitar dengan jelas dan menghindari tabrakan. Demikian pula dengan digital. Tanpa jarak, kita bisa kehilangan orientasi, dan tak sadar sedang dituntun oleh mereka yang berniat jahat.

PENUTUP

Kita tak bisa membasmi hoaks jika kita sendiri masih candu akan kenyamanan digital.

Kita tak bisa bicara kebenaran, jika kita tak berani mengambil jeda untuk melihat ulang cara kita memperlakukan informasi.

> Menjaga jarak adalah bentuk tertinggi dari penguasaan diri.

Bukan demi menjauh dari kemajuan, tapi agar kita tetap waras di tengah kecanggihan yang membius.

Dan mungkin, akan tiba masanya — ketika orang jenuh dengan informasi yang bisa diubah sesuka hati,

ketika rasa percaya tak lagi bisa dibangun dari sekadar layar —

maka media cetak akan kembali dicari.

Ia tak bisa diedit sepihak.

Ia tak bisa dimanipulasi diam-diam.

Ia hadir sebagai bukti statis, saksi yang utuh, yang tak tunduk pada algoritma atau keinginan siapa pun.

Karena pada akhirnya, di tengah kebisingan dunia digital,

orang akan kembali merindukan keheningan dan keteguhan dalam kebenaran.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |