CISDI Kritik Penundaan Cukai Minuman Berpemanis, Ini Proyeksi Kerugiannya

2 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kebijakan Kementerian Keuangan menunda pemberlakuan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) dinilai tidak tepat. Pasalnya, penundaan penerapan cukai MBDK diprediksi berpotensi merugikan negara hingga lebih dari Rp 40 triliun akibat tingginya kasus diabetes.

Taksiran tersebut merupakan hasil kajian Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI). CISDI menyesalkan keputusan Purbaya menunda penerapan cukai MBDK dengan alasan kondisi ekonomi yang belum cukup kuat dan menunggu pertumbuhan ekonomi menyentuh level 6 persen.

“Keputusan pemerintah untuk kembali menunda cukai MBDK dengan berpatokan pada target pertumbuhan ekonomi 6 persen sangat disayangkan. Padahal, minuman berpemanis bukan kebutuhan pokok masyarakat dan justru menjadi faktor risiko meningkatnya beban kesehatan jangka panjang,” kata Project Lead for Food Policy CISDI Nida Adzilah Auliani dalam keterangannya, Senin (15/12/2025).

Nida menjelaskan, berbagai studi nasional maupun internasional membuktikan cukai MBDK efektif menurunkan konsumsi gula yang merupakan faktor risiko utama obesitas, diabetes tipe 2, dan penyakit tidak menular lainnya. Sebanyak 106 negara juga telah menerapkan cukai MBDK dan banyak yang berhasil mendorong perubahan perilaku konsumsi masyarakat, mengutip data World Bank (2023).

Namun, Indonesia dinilai masih belum sepenuhnya memiliki kesadaran yang sama. Meskipun usulan cukai MBDK telah diproses sejak 2016 melalui kajian lintas kementerian/lembaga (K/L) sebagai bentuk komitmen panjang menuju kebijakan fiskal prokesehatan, hingga kini kebijakan tersebut belum terimplementasi.

Nida menilai kebutuhan penerapan cukai MBDK semakin mendesak karena konsumsi minuman manis di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024 menunjukkan sebanyak 68,1 persen atau setara 93,5 juta rumah tangga di Indonesia mengonsumsi MBDK. Sementara itu, Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat hampir setengah populasi berusia tiga tahun ke atas mengonsumsi minuman manis lebih dari sekali sehari.

Selain itu, menurut International Diabetes Federation (IDF), Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia. Kondisi tersebut menegaskan pentingnya intervensi untuk menekan konsumsi gula masyarakat.

“Studi CISDI (2024) menunjukkan bahwa penerapan cukai MBDK dengan menaikkan harga minimal 20 persen berpotensi mencegah lebih dari 3,1 juta kasus diabetes di Indonesia,” ungkapnya.

Nida berpandangan kekhawatiran pemerintah mengenai dampak negatif cukai MBDK terhadap ekonomi dinilai kurang beralasan. Studi CISDI 2024 menunjukkan Indonesia justru berpotensi menghemat Rp 24,9 triliun biaya pengobatan diabetes tipe 2 dan Rp 15,7 triliun kerugian akibat hilangnya produktivitas ekonomi apabila memberlakukan cukai minuman manis.

“Jika ditotal berdasarkan perhitungan Disability-Adjusted Life Years (DALYs) di atas, penundaan cukai minuman manis berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp 40,6 triliun akibat diabetes tipe 2. Jika dihitung bersama penyakit tidak menular lainnya, dampak kesehatan dan ekonomi dipastikan jauh lebih besar,” jelas Nida.

CISDI merekomendasikan pemerintah melakukan empat langkah. Pertama, segera menerapkan cukai MBDK yang menaikkan harga jual produk setidaknya 20 persen. Kedua, mengalokasikan pendapatan cukai untuk memperkuat program dan fasilitas kesehatan masyarakat.

Ketiga, menerapkan kebijakan pendukung seperti pelabelan gizi bagian depan kemasan serta pelarangan iklan produk tinggi gula, garam, dan lemak. Keempat, meningkatkan edukasi dan promosi kesehatan mengenai bahaya konsumsi gula berlebihan.

CISDI juga mengajak publik bersama-sama mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan cukai MBDK dengan menandatangani petisi.

Cukai MBDK disebut telah lama menjadi sorotan publik karena didorong kebutuhan mendesak untuk mengatasi persoalan kesehatan akibat konsumsi gula berlebih. Pemberlakuan cukai MBDK diyakini dapat menurunkan prevalensi penyakit tidak menular, seperti diabetes dan obesitas.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2023 menunjukkan prevalensi diabetes mencapai 11,3 persen, meningkat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. MBDK disinyalir menjadi salah satu pemicunya.

Pemerintah sebelumnya memberi atensi terhadap desakan penerapan cukai MBDK sebagai upaya menekan angka penyakit sekaligus mengoptimalkan pendapatan negara. Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani juga memahami urgensi penerapan cukai MBDK, sejalan dengan target kenaikan pendapatan negara dari sektor cukai.

Dalam RAPBN 2025, pemerintah menetapkan target penerimaan cukai sebesar Rp 244,10 triliun, naik 5,93 persen dibandingkan outlook APBN 2024. Dalam Nota Keuangan, kebijakan ini bertujuan mengendalikan konsumsi gula atau pemanis berlebih serta mendorong reformulasi produk MBDK rendah gula.

Namun, di bawah kepemimpinan Purbaya, kebijakan tersebut berubah arah. Purbaya menyatakan penerapan cukai MBDK baru akan dilakukan ketika ekonomi nasional mampu tumbuh di kisaran 6 persen.

“Kalau ekonomi sudah tumbuh 6 persen lebih, kami akan datang ke sini untuk mendiskusikan cukai seperti apa yang pantas diterapkan. Kalau sekarang, saya pikir ekonomi masyarakat belum cukup kuat,” ujarnya dalam rapat kerja Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (9/12/2025).

Purbaya membenarkan APBN 2026 telah mencantumkan target penerimaan cukai MBDK sebesar Rp 7 triliun. Namun, pelaksanaannya akan disesuaikan dengan perkembangan ekonomi pada 2026.

Meski demikian, ia memastikan penerimaan negara tetap dapat dioptimalkan dari sektor lain, terutama bea keluar emas dan batu bara, apabila cukai MBDK belum diberlakukan. Dengan demikian, ruang fiskal tetap terjaga.

Ke depan, Purbaya menegaskan Kementerian Keuangan akan lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan fiskal baru. Ia menambahkan saat mulai menjabat sebagai Menteri Keuangan, rancangan APBN 2026 telah disusun berdasarkan kondisi ekonomi yang saat itu dinilai cukup baik.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie Othniel Frederic Palit mengingatkan potensi defisit anggaran apabila target penerimaan Rp 7 triliun dari cukai MBDK tidak tercapai sementara belanja negara telah dialokasikan. Ia meminta asumsi penerimaan Kementerian Keuangan dibuat lebih realistis.

Read Entire Article
Politics | | | |