Bukan Mimpi! Kerja di Jepang Jadi Nyata Lewat Program Keperawatan UBSI

6 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seminar Keperawatan yang digelar Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) Kampus Salemba 45, Senin (28/4/2025) lalu, sukses membakar semangat para peserta untuk menembus karier ke Jepang!

Bertempat di Aula Gedung Rektorat UBSI Kramat 98, seminar tersebut menghadirkan mitra strategis dari Jellyfish Caregiver, sebuah lembaga yang membuka akses kerja ke Jepang bagi tenaga kesehatan Indonesia.

Erma Yutriningsih, perwakilan Jellyfish tampil memikat dengan pemaparan penuh data, semangat, dan harapan.

Dalam sesinya, ia mengungkapkan kebutuhan tenaga keperawatan di Jepang yang terus meningkat setiap tahunnya, terutama untuk merawat populasi lansia yang jumlahnya terus bertambah secara signifikan.

“Ini momentum emas! Jepang saat ini sangat terbuka terhadap tenaga keperawatan dari Indonesia, dan mereka mencari SDM yang siap belajar serta beradaptasi,” ungkap Erma.

Tak hanya itu, Erma membedah dua jalur utama yang bisa diambil peserta seminar untuk berkarier sebagai perawat di Jepang.

Jalur pertama melalui program pemerintah G to G (Government to Government) yang memiliki syarat cukup ketat, termasuk kemampuan bahasa Jepang minimal N5 dan pendaftaran setahun sekali. Sementara jalur kedua adalah jalur swasta lewat Jellyfish, yang jauh lebih fleksibel dan terbuka sepanjang tahun.

“Lewat Jellyfish, peserta tak perlu khawatir soal biaya ataupun bahasa Jepang. Kami menyediakan beasiswa pelatihan bahasa Jepang selama 4 hingga 6 bulan, sepenuhnya gratis!” katanya menegaskan.

UBSI yang dikenal sebagai Kampus Digital Kreatif pun menunjukkan keseriusannya dalam membuka peluang global bagi mahasiswanya.

Kolaborasi dengan Jellyfish menjadi bukti nyata Prodi Keperawatan UBSI yang sedang dalam proses penyatuan dengan Akper Bina Insan, tidak hanya membekali mahasiswa dengan teori, tapi juga pintu karier nyata ke dunia internasional.

Erma juga mengingatkan, meskipun gaji perawat di Jepang sangat kompetitif dan negara tersebut dikenal aman, ramah Muslim, serta maju secara teknologi, tetap ada tantangan yang harus dihadapi.

Di antaranya adalah culture shock, musim yang ekstrem, kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Jepang, hingga rasa rindu kampung halaman.

“Tapi dengan semangat belajar, adaptasi, dan tekad kuat, semuanya bisa dihadapi. Menjadi perawat di Jepang bukan sekadar profesi, ini adalah petualangan hidup yang luar biasa,” tutup Erma yang dikutip Senin (5/5/2025).

Read Entire Article
Politics | | | |