REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengerahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di semua kantor kejaksaan dinilai jauh dari anggapan masuknya intervensi militer ke lembaga penegakan hukum sipil. Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak menjelaskan, justru sebaliknya, TNI diandalkan mengamankan kantor kejaksaan di seluruh Indonesia sebagai bentuk bantuan militer terhadap supremasi sipil dalam ranah penegakan hukum.
Menurut Barita, pengusutan kasus-kasus korupsi yang merugikan negara dalam skala super jumbo yang dilakukan tim di Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam lima tahun belakangan, membutuhkan dukungan kuat. Apalagi, peran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sangat sentral dalam membongkar kasus korupsi besar.
Dia menyebut, dukungan dari lembaga kuat seperti TNI sangat dibutuhkan Kejagung. Meskipun, kata Barita, pantang bagi militer turut cawe-cawe dalam proses pengusutan kasus korupsi yang sedang ditangani penyidik kejaksaan itu.
"Ini sebenarnya bukan ada intervensi militer. Tetapi, justeru itu, dukungan (militer) terhadap supremasi penegakan hukum yang dilakukan oleh sipil, dalam hal ini penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan," ucap Barita saat dihubungi di Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Barita menerangkan, pengakuan TNI atas supremasi sipil di bidang penegakan hukum di Korps Adhyaksa ditandai terbentuknya struktur baru Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) sejak 2021. Dia menegaskan, Kejagung tetaplah lembaga penegak hukum sipil tak bersenjata, yang berwenang memastikan penegakan hukum tetap jalan.
Mulai dari penyidikan, penuntutan, penyitaan, sampai eksekusi putusan peradilan terkait dengan penanganan korupsi maupun tindak pidana khusus lainnya. Selain itu, peran jaksa di bidang pidana umum yang melakukan penuntutan sampai eksekusi putusan peradilan, melekat di kejaksaan.
Barita mengungkapkan, tugas dan kewenangan kejaksaan tersebut di lapangan tak jarang dihadapkan pada situasi adanya perlawanan. Kadang juga pengancaman oleh pihak-pihak tertentu terhadap jaksa yang sedang bekerja.
Pada penanganan kasus-kasus korupsi, sambung Barita, tak jarang penyidik kejaksaan diganggu oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan, hal itu dilakukan oleh barisan otoritas bersenjata lainnya. Dengan kepolisian, kata Barita, kerja sama perbantuan untuk peran kejaksaan terang dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sedangkan dengan TNI, Barita melanjutkan, membutuhkan pertalian yang konstitusional melalui hadirnya posisi Jampidmil melalui UU Kejaksaan dan TNI. Dia menilai, masuknya militer untuk pengamanan tersebut sebagai penguat dukungan atas kinerja kejaksaan yang kini menjadi lembaga andalan dalam pengusutan kasus-kasus korupsi.
"Jadi ini sebagai langkah strategis kejaksaan yang membutuhkan power dan dukungan yang lebih kuat untuk menghadapi serangan-serangan balik dari para koruptor, yang melalui kekuatan-kekuatan ekonominya, melalui kekuatan-kekuatan politiknya, agar jangan sampai dia mengalami penegakan hukum yang sekarang-sekarang ini semakin masif dilakukan oleh kejaksaan," ujar Barita.