REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Ibrahim pernah meninggalkan istrinya, Hajar, dan anaknya, Ismail, di sebuah padang pasir tandus. Tak ada manusia di sana. Hajar bertanya, apakah Ibrahim diperintahkan Allah untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih menyusui di daerah tersebut? Ibrahim mengiyakan.
Hajar berupaya keras untuk mendapatkan sumber kehidupan, salah satunya air. Tak ada air di sana. Hajar berjalan dari bukit Shafa menuju Marwah. Dia bahkan berlari menaiki bukit Shafa, tetapi tidak menemukan air. Dia berlari lagi ke bukit Marwah, lalu kembali lagi ke bukit Shafa. Demikian seterusnya sampai tujuh kali bolak-balik.
Dia lelah, tetapi tidak putus asa. Hatinya dipenuhi dengan keimanan, Allah akan memberikan pertolongan. Keyakinan itu terwujud. Allah menolong ibu dan anak itu dengan mata air yang terus menyembur hingga saat ini. Air itu membasahi sekitar tempat Nabi Ismail berbaring.
Umat Islam menyebutnya dengan air zamzam atau air yang berlimpah. Dulu air itu menjadi tempat persinggahan para kafilah yang datang dari berbagai daerah.
Allah mengabadikan kisah ini dalam ritual sai, yaitu berlari kecil dari Shafa ke Marwah. Rukun haji ini dilaksanakan setelah memutari Ka'bah tujuh kali (tawaf). Shafa dan Marwah tak jauh dari Ka'bah. Jaraknya sekitar 150 meter.
Pakar ilmu Alquran, Prof Quraish Shihab, dalam bukunya, Haji dan Umrah, menjelaskan, jamah haji harus berjalan menuju Shafa. Rukun haji ini tidak mensyaratkan seseorang harus dalam keadaan suci. Tak masalah jika jamaah tak dalam kondisi berwudhu.
Pelaksanaan rukun haji ini dimulai dari Shafa. Quraish menyatakan, jamaah haji dianjurkan membaca firman Allah (al-Baqarah: 158), "Innashafa walmarwata min sya'airillah". Artinya, sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan syiar (tanda kebesaran) Allah.
Kemudian, naiklah ke bukit Shafa. Akan sangat baik bila dapat melihat Ka'bah. Angkatlah tangan sedikit, kemudian berzikirlah dengan lafaz, "Alhamdulillah, la ilaha illallah, Allahu Akbar." Artinya, segala puji bagi Allah. Tiada tuhan selainnya. Allah Mahabesar.
Setelah itu, melangkahlah menuju Marwah. Jamaah akan menemukan lampu neon hijau di sebelah kanan. Itu adalah tanda bagi jamaah haji pria untuk mempercepat langkah hingga menemukan lampu hijau yang lain. Kemudian, lanjutkan langkah kaki dengan normal hingga mencapai Marwah.
Tidak perlu mencapai puncak dua bukit tersebut. Cukup dengan menyentuhkan kaki di awal bukit yang ditandai dengan lantai kasar bergaris. Kalau sudah sampai di sana, berarti itu sudah terhitung satu putaran. Jamaah haji masih harus berjalan enam kali lagi untuk menyelesaikan sai.