REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) resmi memulai penyusunan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim Nasional atau National Adaptation Plan (NAP). Penyusunan NAP ini bagian dari upaya Indonesia untuk beradaptasi dengan perubahan iklim yang sudah berdampak pada berbagai sektor kehidupan.
Dikutip dari pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup, Ahad (4/5/2025), Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH Ary Sudijanto mencatat penggenangan permanen di wilayah pesisir pantai utara Jawa, terutama bagi kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Pekalongan sudah menjadi menjadi ancaman serius. Meskipun faktor utamanya adalah penurunan muka tanah, tapi masalah ini perparah kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global.
Dampak perubahan iklim ini juga dirasakan di sektor pertanian, dengan perubahan pola musim yang menyebabkan penurunan hasil panen, serta di sektor kesehatan dengan peningkatan vektor penyakit terkait iklim seperti DBD, Malaria, dan Diare.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan tren peningkatan yang signifikan terkait bencana hidrometeorologis, yang disebabkan perubahan pola cuaca dan iklim.
Salah satu contoh nyata adalah badai tropis Seroja yang melanda Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste pada tahun 2021, yang merupakan salah satu dampak pemanasan global yang belum pernah terjadi sebelumnya di kawasan tersebut.
Dokumen roadmap Nationally Determined Contributions (NDC) Adaptasi memprediksi dampak perubahan iklim bisa menyebabkan kerugian antara 0,55 persen hingga 3,55 persen dari PDB nasional pada tahun 2030. Oleh karena itu, penyusunan NAP sangat diperlukan untuk merumuskan langkah-langkah adaptasi yang terencana dan terintegrasi dalam pembangunan nasional.
Penyusunan NAP Indonesia juga merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris, khususnya pada Artikel 7 tentang adaptasi perubahan iklim. Pada COP28 di Dubai pada 2023, negara-negara yang belum memiliki NAP diminta untuk memulai proses penyusunan rencana adaptasi pada tahun 2025.
Saat ini, sudah ada 51 negara yang menyampaikan NAP mereka kepada UNFCCC. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Lingkungan Hidup, menargetkan dapat menyelesaikan NAP Indonesia sebelum COP30.
"Indonesia tidak memulai dari titik nol dalam penyusunan NAP ini. Banyak kementerian dan lembaga telah memiliki kebijakan terkait adaptasi perubahan iklim, seperti Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) yang dirilis Bappenas, kebijakan Adaptasi Perubahan Iklim Kesehatan (APIK) dari Kementerian Kesehatan, dan Roadmap NDC Adaptasi dari KLHK. Kick-off hari ini bertujuan untuk menyatukan berbagai kebijakan dan langkah-langkah tersebut," kata Ary.
Penyusunan NAP Indonesia didukung proyek Readiness NAP yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF) dengan UNDP Indonesia sebagai mitra pelaksana dan Kementerian PPN/BAPPENAS, Kementerian LH/BPLH, serta Kementerian Keuangan sebagai penerima manfaat utama. Proses ini juga mendapat dukungan dari GIZ Indonesia.
“Penyusunan NAP ini sangat penting, karena selain untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang sudah terlihat, juga untuk memastikan bahwa langkah-langkah adaptasi yang diambil dapat dipantau dan dievaluasi secara terukur,” katanya.
Dengan adanya NAP, Indonesia berkomitmen untuk mengatasi dampak perubahan iklim secara lebih efektif dan efisien. Pemerintah Indonesia berharap NAP yang disusun akan menjadi pedoman yang mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim dalam kebijakan pembangunan nasional dan daerah.