REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Satu dari lima perempuan di Indonesia mengalami kekerasan, sementara satu dari dua anak pernah menjadi korban. Data tersebut menegaskan bahwa rumah harus kembali menjadi ruang aman, dengan perempuan, khususnya ibu, sebagai garda terdepan penguat keluarga.
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia Veronica Tan mengatakan, rangkaian peringatan Hari Ibu tidak boleh dimaknai secara seremonial, melainkan sebagai gerakan untuk menguatkan perempuan. “Jadi, makna yang ingin kita tekankan adalah bahwa kita ingin mendorong dan menguatkan perempuan, bahwa perempuan harus kuat,” kata Veronica di sela rangkaian peringatan Hari Ibu melalui Jakarta Mother’s Day 2025 di SCBD Weekland, Jakarta, Ahad (21/12/2025).
Ia menjelaskan, kegiatan peringatan Hari Ibu telah dimulai sejak awal melalui berbagai agenda, mulai dari ziarah ke makam pahlawan perempuan hingga aktivitas olahraga bersama pelajar. “Jadi, bagaimana kita memaknai peringatan ini? Ini sebenarnya merupakan rangkaian dari seluruh acara,” ujarnya.
Veronica menyoroti hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional dan Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Nasional yang menunjukkan masih tingginya angka kekerasan. “Jika kita melihat data tahun lalu dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional, satu dari lima perempuan mengalami kekerasan. Selain itu, dari Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Nasional, satu dari dua anak mengalami kekerasan,” katanya.
Menurut dia, kondisi tersebut menunjukkan pentingnya membangun ruang aman di dalam keluarga. Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat setiap hari. “Bagaimana anak-anak yang melihat dinamika di dalam keluarga, termasuk relasi antara ayah dan ibu, akan menjadikannya sebagai pembelajaran. Apa yang dilakukan orang tua menjadi pendidikan pertama bagi anak-anaknya,” ujar Veronica.
Ia juga mengingatkan meningkatnya risiko di ruang digital, terutama bagi anak dan remaja. Media sosial, kata dia, kerap menjadi sarana feeding dan grooming. “Artinya, garda terdepan yang paling kuat adalah perempuan sebagai orang tua,” ucapnya.
Veronica menegaskan, peringatan 22 Desember sejatinya merupakan hari gerakan perempuan, bukan sekadar perayaan simbolik. “Jadi, ini adalah hari gerakan perempuan. Tujuan peringatan hari ini adalah untuk menggugah kembali kekuatan perempuan,” katanya.
Ia menambahkan, meskipun negara telah memiliki instrumen hukum seperti Undang-Undang TPKS dan Undang-Undang KDRT, fondasi terpenting tetap berada di rumah. “Namun, kembali lagi, pendidikan moral dan sosial pertama yang dilihat anak-anak adalah dari rumah,” ujarnya.
Veronica menekankan pentingnya membangun komunikasi yang sehat di tengah keluarga modern yang kian sibuk. “Kita tidak bisa lagi menggunakan pola lama seperti hanya menyuruh anak makan, berbincang singkat, dan sebagainya,” katanya.
Menurut dia, rumah harus menjadi tempat pertama bagi anak-anak untuk mencari perlindungan dan pemahaman. “Saat ini, yang terpenting adalah membangun komunikasi agar anak-anak dan generasi muda tidak mencari pemahaman dan pelarian ke luar rumah,” ujarnya.
Upaya tersebut, kata Veronica, terus didorong melalui gerakan penguatan keluarga. “Supaya kita tidak lagi berbicara tentang kekerasan, tetapi mulai membangun ruang-ruang yang positif, serta menggerakkan para ibu mulai dari rumah sendiri untuk membangun ketahanan keluarga melalui komunikasi yang sehat,” kata dia.
Gerakan penguatan perempuan dan keluarga ini sejalan dengan semangat Jakarta Mother’s Day 2025 yang digelar Republika melalui Ameera Network. Acara tersebut menjadi ruang perjumpaan, refleksi, sekaligus penguatan peran ibu dalam keluarga dan masyarakat.
Jakarta Mother’s Day 2025 diselenggarakan pada Ahad (21/12/2025) di SCBD Weekland, Jakarta, pukul 06.30 hingga 14.00 WIB. Memasuki tahun kedua, kegiatan ini dikemas dengan beragam aktivitas edukatif dan hiburan yang menempatkan ibu sebagai pusat kekuatan keluarga dan agen perubahan sosial.

3 hours ago
4













































