REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Qayyim al-Jauziyah memandang kehidupan manusia sebagai perjalanan ruhani menuju Allah SWT. Sejak lahir hingga wafat, manusia menempuh safar panjang yang fase-fasenya adalah hari dan malam, sementara amal serta pilihan hidup menjadi bekal penentu apakah seseorang sampai ke rumah kebahagiaan atau justru menuju tempat celaka.
Dalam Thariqul Hijratain wa Baabus Saadatain, Ibnu Qayyim membuat pengelompokan berdasarkan cara insan menempuh perjalanan tersebut dan kesungguhan dalam mempersiapkan bekal akhirat.
Umur adalah waktu perjalanan, dan setiap hari serta malam merupakan tahap yang mesti dilalui hingga akhir perjalanan. Musafir yang cerdas adalah mereka yang mampu mengambil pelajaran dari setiap fase, menjalaninya dengan kesadaran, serta menghindari sifat menunda-nunda (taswif), malas, dan lalai. Ia memandang hidup sebagai perjalanan singkat sehingga ringan baginya untuk beramal dan menyiapkan bekal. Ketika tabir dunia tersingkap dan akhirat menanti, orang semacam ini layak memperoleh kebahagiaan sejati.
Dalam menempuh perjalanan ini, manusia terbagi dua kelompok besar. Pertama, mereka yang berjalan menuju keadaan celaka. Setiap fase yang dilalui justru menjauhkan mereka dari Allah karena dipenuhi kemaksiatan serta menentang perintah-Nya. Hari-hari mereka diisi kesenangan semu dan dorongan setan, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surah Maryam ayat 83.
اَلَمْ تَرَ اَنَّآ اَرْسَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ تَؤُزُّهُمْ اَزًّاۙ
"Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Kami telah mengutus setan-setan kepada orang-orang kafir untuk benar-benar menggoda mereka (berbuat maksiat)?"
Kedua, kelompok yang menempuh perjalanan menuju Allah SWT. Mereka ini dengan kehendak dan ridha-Nya akan menjadi penghuni surga.
Kelompok yang diridhai Allah ini pun terbagi menjadi tiga tingkatan.
Pertama, orang yang menzalimi diri sendiri, yakni mereka yang dosanya lebih banyak daripada kebaikannya. Bekal yang disiapkan minim, namun masih cukup untuk menghadapi rintangan hingga selamat sampai tujuan.
Kedua, orang pertengahan, yaitu mereka yang menyiapkan bekal secukupnya. Mereka selamat sampai tujuan, tetapi tidak meraih keuntungan besar karena kurangnya semangat untuk meningkatkan kualitas amal.
Ketiga, orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq al-khairaat) selama di dunia. Mereka memiliki tekad kuat, pandangan jauh, dan kesadaran akan besarnya keuntungan akhirat. Inilah golongan paling beruntung dalam perjalanan menuju Allah SWT.

2 hours ago
6














































