REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi XII DPR RI Rusli Habibie menyatakan bahwa program bahan bakar B50 merupakan langkah konkret Indonesia menuju energi rendah karbon. Ia menyebut kebijakan ini tak hanya berdampak pada lingkungan, tapi juga memperkuat ketahanan energi nasional.
“Langkah menuju B50 ini harus kita dorong bersama. Ini bukan hanya soal energi terbarukan, tapi juga jalan menjaga ketahanan energi dan peningkatan nilai tambah dari sawit,” ujar Rusli saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Rusli mendukung penuh rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menargetkan penerapan B50 pada 2026. Menurutnya, program ini strategis dalam mempercepat transisi energi sekaligus mendorong hilirisasi sawit yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
Ia menegaskan bahwa program B50 akan menunjukkan komitmen Indonesia dalam menekan emisi karbon dengan mengandalkan sumber daya domestik. Namun, ia mengingatkan perlunya menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi dan pangan.
“Program B50 memang sangat strategis, tapi pelaksanaannya harus tetap memperhatikan pasokan sawit untuk kebutuhan pangan. Jangan sampai energi naik, tapi pangan terganggu. Keseimbangan ini harus jadi perhatian utama,” tegas legislator dari Daerah Pemilihan Gorontalo itu.
Rusli juga menyoroti struktur sektor sawit yang dinilainya lebih inklusif ketimbang sektor pertambangan. Ia menyebut keterlibatan petani, koperasi, dan UMKM membuat hilirisasi sawit berpeluang memberi dampak ekonomi yang luas dan cepat.
“Sektor sawit punya struktur pelaku yang merata. Kalau pelibatan masyarakat diatur secara terencana, ini akan jadi motor percepatan pertumbuhan ekonomi rakyat,” katanya.
B50 adalah campuran 50 persen biodiesel berbasis sawit dengan 50 persen solar konvensional. Program ini merupakan kelanjutan dari kebijakan B40 yang telah dijalankan sejak awal 2025.
Pemerintah menargetkan penghematan devisa hingga 20 miliar dolar AS per tahun lewat pengurangan impor solar. Dengan kapasitas industri biodiesel nasional saat ini mencapai 19,6 juta kiloliter, dibutuhkan tambahan sekitar 4 juta kiloliter untuk mendukung penerapan B50.
Komisi XII DPR RI, kata Rusli, berkomitmen mengawal kebijakan ini secara menyeluruh, termasuk dari sisi regulasi, pengawasan pelaksanaan, serta sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan petani sawit agar manfaatnya dirasakan secara adil dan merata.
sumber : Antara