REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menilai kondisi konsumsi rumah tangga masyarakat Indonesia menunjukkan tren yang cukup kuat. Berbagai indikator, mulai dari Indeks Harga Konsumen (IHK), survei penjualan eceran, hingga jumlah uang yang beredar, mengindikasikan daya beli masyarakat masih dalam kondisi baik.
Hal itu disampaikan Asisten Deputi Perdagangan Dalam Negeri, Perlindungan Konsumen, dan Tertib Niaga Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Ismariny, dalam konferensi pers ‘Hari Ritel Modern Indonesia (Harmoni)’ di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Rabu (23/7/2025).
“Kalau kita lihat, pertumbuhan ekonomi kita lebih dari 54 persen didukung oleh konsumsi rumah tangga. Jadi, konsumsi inilah yang menjadi penopang cukup kuat untuk perekonomian kita,” ujar Ismariny.
Ia memaparkan sejumlah data yang baru-baru ini dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI), salah satunya adalah data IHK yang menunjukkan perbaikan.
Data BPS mencatat, pada Mei 2025 terjadi inflasi year on year (yoy) sebesar 1,60 persen dengan IHK sebesar 108,07. Lalu, pada Juni 2025, inflasi tercatat sebesar 1,87 persen (yoy) dengan IHK sebesar 108,27. “Angka IHK kita, meskipun turun pada Mei, tapi di Juni naik lagi. Di atas 100, ini menunjukkan bahwa masyarakat kita sebenarnya optimistis terhadap perekonomian,” ungkapnya.
Ismariny melanjutkan, indikator lainnya yang mencerminkan kondisi konsumsi rumah tangga yang positif adalah hasil survei penjualan eceran.
BI mencatat, penjualan eceran diperkirakan meningkat pada Mei 2025 dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 2,6 persen (yoy) ke level 234,0. Sementara itu, pada Juni 2025, IPR tumbuh 2,0 persen ke level 233,7. “Ini karena didukung oleh libur panjang, Tahun Ajaran Baru, Idul Fitri, dan Idul Adha. Jadi, kalau dilihat, kondisi kita sebenarnya cukup baik,” terangnya.
Data lainnya adalah jumlah uang beredar. Sebelumnya, BI merilis bahwa uang beredar mencapai Rp 9.597,7 triliun, tumbuh 6,5 persen (yoy) pada Juni 2025. Laju pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding Mei 2025 yang sebesar 4,5 persen. “Teorinya, semakin banyak jumlah uang beredar, maka masyarakat seharusnya lebih agresif dalam berbelanja,” jelasnya.
Untuk terus mendorong daya beli, Ismariny menegaskan bahwa pemerintah terus memberikan dukungan, terutama kepada pelaku usaha, dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan guna mendongkrak konsumsi masyarakat.
Salah satunya adalah kegiatan ‘Hari Ritel Modern Indonesia (Harmoni)’ yang telah diselenggarakan oleh Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) untuk ketiga kalinya tahun ini. “Dengan program-program belanja seperti ini, diharapkan selain mendorong pertumbuhan ekonomi, juga dapat memberikan multiplier effect terhadap industri dan UMKM kita,” ujarnya.