REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menegaskan komitmen Indonesia terhadap transisi energi bersih dalam pertemuan tingkat menteri energi BRICS yang digelar di Brasilia, Brasil. Forum ini diikuti oleh negara-negara anggota BRICS, yaitu Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.
“Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memastikan akses terhadap energi di seluruh wilayah yang beragam dan terpencil. Untuk mengatasi hal ini, kami memprioritaskan pengembangan energi terbarukan, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), yang mendukung pertumbuhan yang inklusif,” kata Yuliot, dalam pernyataan yang dikonfirmasi dari Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Yuliot menyatakan bahwa kebijakan energi Indonesia selaras dengan dinamika global, yakni menuju transisi energi yang bersih, adil, inklusif, dan berkelanjutan. Ia menekankan bahwa pendekatan transisi energi harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara.
“Transisi energi tidak harus dilakukan dengan pendekatan one-size-fits-all, namun harus merefleksikan kondisi nasional, prioritas pembangunan, dan kedaulatan teknologi,” ujarnya.
Yuliot memaparkan sejumlah langkah konkret Indonesia dalam mendukung energi bersih, termasuk penerapan B40, yaitu solar dengan campuran 40 persen biodiesel berbasis minyak sawit, serta program memasak bersih berbasis bioenergi.
Indonesia, lanjutnya, juga memiliki cadangan mineral strategis seperti nikel, timah, bauksit, dan tembaga yang mendukung peta jalan hilirisasi senilai 618 miliar dolar AS. Hilirisasi ini diarahkan untuk mendorong nilai tambah serta menjamin keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam.
“Indonesia menekankan bahwa pemilik sumber daya alam adalah negara, dan negara berhak untuk mengatur dan mengelola rantai pasokan sumber daya, termasuk mineral jarang, yang sejalan dengan prioritas nasional dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan,” tutur Yuliot.
Dalam forum BRICS tersebut, Yuliot juga menekankan pentingnya memperlakukan energi sebagai aset strategis, bukan sekadar komoditas. Indonesia, menurutnya, tengah meningkatkan produksi migas dengan target 1 juta barel minyak per hari dan 12 BSCFD gas pada 2030.
Ia juga menyebutkan bahwa Indonesia menjajaki pemanfaatan energi nuklir sebagai sumber energi baseload rendah karbon, dengan rencana pembangunan reaktor pertama pada 2032 dan target kapasitas 36 gigawatt (GW) pada 2060.
“Tak hanya itu, kami juga bangga menjadi salah satu negara yang terdepan di dunia dalam pengembangan energi panas bumi, dengan 19 PLTP, lebih dari 2,68 GW kapasitas terpasang, dan peta jalan yang jelas untuk mencapai 6,2 GW pada tahun 2030,” ucap Yuliot.
sumber : Antara