Wakil Ketua Umum Kadin Perindustrian Saleh Husin.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai pelaku industri manufaktur menempuh strategi efisiensi dan rasionalisasi tenaga kerja dalam merespons Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan. Langkah tersebut muncul seiring peningkatan biaya tenaga kerja yang berdampak pada kinerja sektor industri pengolahan nonmigas sebagai kontributor utama produk domestik bruto (PDB) industri dan ekspor manufaktur.
Wakil Ketua Umum Kadin Perindustrian Saleh Husin menyampaikan, kenaikan upah minimum melalui perluasan rentang indeks penyesuaian serta pengenalan upah minimum sektoral menaikkan biaya tenaga kerja secara struktural. Kondisi ini membuat perusahaan lebih berhati-hati dalam ekspansi kapasitas dan perekrutan tenaga kerja baru, terutama pada subsektor padat karya.
“Strategi penyesuaian yang ditempuh pelaku usaha umumnya berfokus pada efisiensi, otomasi terbatas, atau rasionalisasi tenaga kerja,” kata Saleh di Jakarta, Jumat (19/12/2025).
Ia menjelaskan, penyesuaian tersebut berisiko membatasi kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka pendek hingga menengah. Tekanan biaya yang meningkat dinilai menahan laju pertumbuhan output industri, terutama pada subsektor yang sensitif terhadap perubahan kebijakan pengupahan.
Dari sisi investasi, Kadin mencermati perubahan kebijakan pengupahan yang relatif sering menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Situasi ini berpotensi menahan realisasi investasi baru di sektor industri pengolahan nonmigas dan memperlambat pembentukan modal tetap di sektor manufaktur.
“Investor cenderung menunda atau mengalihkan investasi ke sektor atau wilayah dengan struktur biaya yang lebih stabil,” ujar Saleh.
Kadin juga menilai kebijakan pengupahan berpeluang mendorong permintaan melalui peningkatan daya beli pekerja industri. Namun dampak positif tersebut berlangsung bertahap, sedangkan kenaikan biaya produksi dirasakan lebih cepat oleh pelaku industri, terutama pada subsektor berorientasi ekspor yang menghadapi persaingan global yang ketat.
Secara keseluruhan, PP Nomor 49 Tahun 2025 memunculkan trade-off antara perlindungan pendapatan pekerja dan percepatan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas. Tanpa dukungan peningkatan produktivitas, insentif investasi, dan penguatan rantai pasok domestik, pertumbuhan industri manufaktur pada 2026 berisiko bergerak lebih lambat dari potensinya.

2 hours ago
4













































