UU Polri Digugat ke MK, Dasarnya Dinilai Multitafsir

8 hours ago 4

loading...

Advokat bernama Syamsul Jahidin dan anggota Bhayangkari bernama Ernawati usai sidang uji materi UU No 2/2002 tentang Polri di Gedung MK, Jakarta, Kamis (22/5/2025). Foto/Dok. SindoNews

JAKARTA - UU No 2/2002 tentang Polri kembali digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Kewenangan yang diatur dalam beleid tersebut dianggap multitafsir dan berpotensi adanya penyalahgunaan kekuasaan dalam proses penegakan hukum.

Seorang advokat bernama Syamsul Jahidin melayangkan gugatan atas Pasal 16 (1) l dan ayat 2 c UU 2/2002. Gugatan tersebut teregister dengan nomor perkara 76/PUU-XXIII/2025. Sidang perdana di MK dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, pengujian materil UU No 2/2002 dengan majelis hakim konstitusi Arief Hidayat, Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih berlangsung Kamis (22/5/2025).

Kepada majelis hakim konstitusi , Syamsul menyampaikan norma Pasal 16 ayat 1 UU khususnya huruf l yang berbunyi “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab” bersifat multiinterpretatif. Hal itu menurutnya memberi ruang bagi aparat kepolisian untuk melakukan tindakan secara subjektif. Baca juga: Guru Besar Unpad Sarankan Pembahasan RKUHAP Dibarengi Revisi UU Polri dan Kejaksaan

Dia juga menilai bahwa Pasal 16 ayat (2) UU khususnya huruf c yang berbunyi “harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya” juga mengandung unsur penilaian yang subjektif sehingga berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-sewenang.

Syamsul berpendapat Pasal 16 ayat 1 huruf l telah memberi ruang kepolisian dapat melakukan tindakan di luar prosedur hukum formal dengan dalih bertanggung jawab tanpa parameter objektif. “Pasal ini dapat menimbulkan 'chilling effect' atau ketakutan masyarakat atas kondisi ambigu dalam perundangan,” ujar dia dalam persidangan.

Read Entire Article
Politics | | | |