REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jari Hitam Ecoprint berhasil meraup cuan dari inovasi pemanfaatan dedaunan dan ranting di sekitar lingkungan. Pendiri Jari Hitam Ecoprint, Irfan Kristiyanto, membuktikan bahan sederhana berbasis alam dapat diolah menjadi produk bernilai tinggi yang menembus pasar global, dari Eropa hingga Rusia.
Ia memproduksi kain, pakaian, tas, sepatu, hingga home decor bercorak alam yang unik dengan merek Jari Hitam Ecoprint di Lembang, Jawa Barat. Bisnis yang berdiri pada 2018 itu berawal dari rasa penasaran Irfan terhadap teknik ecoprint yang kala itu nyaris belum dikenal di Indonesia.
Dengan modal awal sekitar Rp 25 juta yang dikumpulkan secara bertahap, Irfan mulai menekuni ecoprint secara serius. Selama dua bulan penuh, ia bereksperimen dengan teknik, media kain, dan daun. Melalui uji coba berulang, ia akhirnya menemukan teknik dan formula yang tepat untuk memanfaatkan bahan baku dari lingkungan sekitar rumahnya menjadi produk bernilai tinggi.
"Saya berpikir ini sangat menarik sekali karena bahan bakunya dari lingkungan, semuanya ada di sekitar kita. Dan isunya sangat seksi, sampai kapan pun ecoprint tidak akan pernah mati," ucap Irfan pada Senin (15/12/2025).
Sejak awal, Irfan melihat ecoprint bukan sekadar produk, melainkan ekosistem bisnis. Ia pun memberanikan diri membuka kelas untuk memperkenalkan ecoprint kepada masyarakat sekitar.
"Tujuannya, agar bisnis dan alam berkelanjutan. Sebab, penjualan boleh berkembang, tetapi kesinambungan alam harus dijaga. Pola ini pula yang membuat Jari Hitam tidak hanya menjual produk, tetapi juga pengetahuan dan pendampingan," ucap Irfan.
Komersialisasi Jari Hitam dimulai sejak 2018 melalui pameran-pameran. Langkah menuju pasar global dimulai saat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat membawa Jari Hitam dalam misi dagang. Dari sana, pintu ekspor mulai terbuka.
Belgia menjadi negara pertama yang disambangi pada 2018, disusul Perancis dan Jerman pada 2019, lalu Selandia Baru pada 2020. Kerja sama ekspor terpanjang dijalani dengan pembeli dari Rusia dengan menjual kain buatannya pada periode 2024–2025 dan masih akan berlanjut.
Seiring meningkatnya permintaan, Irfan menyadari tidak dapat berjalan sendiri. Solusi yang dipilih bukan membangun pabrik besar, melainkan membentuk komunitas. Warga sekitar dilibatkan, mulai dari penjahit hingga penyedia bahan baku.
Ia juga bekerja sama dengan Koperasi Pemasaran Tlatah Nusantara Raya dan Jasa Raharja sebagai anggota Holding Indonesia Financial Group (IFG) dalam memberikan pelatihan kepada para ahli waris korban kecelakaan lalu lintas. Murid-murid ecoprint yang didampingi turut menjadi bagian dari rantai produksi.
"Melalui Tlatah Nusantara Raya yang memiliki delapan butik di sejumlah hotel di Bandung, produk-produk Jari Hitam Ecoprint turut dipasarkan secara berkelanjutan," lanjut Irfan.
Sebagai bisnis handmade, Irfan mengakui omzet Jari Hitam tidak terlalu besar, dengan rata-rata berkisar Rp 40–50 juta per bulan. Namun, baginya nilai utama bukan sekadar angka, melainkan dampak sosial dan lingkungan.
Hingga kini, permodalan Jari Hitam sepenuhnya bersifat mandiri. Namun Irfan membuka kemungkinan mencari pendanaan lebih besar jika skala usaha memang membutuhkan. Untuk pasar ekspor, ia berharap pintu-pintu baru kembali terbuka. Eropa dan Rusia masih menjadi target, seiring kesiapan bahan baku dan kapasitas produksi berbasis komunitas.
"Tahun depan harapannya, akan terbuka pintu-pintu rezeki yang lain. Dulu saya berpikir kalau dapat order banyak itu akan kewalahan kalau saya kerjakan sendiri. Tapi setelah saya punya banyak murid, berapa pun oder yang masuk, saya siap," kata Irfan.
Kepala Bagian Administrasi Jasa Raharja Kantor Wilayah Utama Jawa Barat Yudi Wiryawan mengatakan Jari Hitam Ecoprint sebelumnya merupakan salah satu UMKM binaan Jasa Raharja yang berhasil berkembang. Pihaknya mempercayakan proses pendampingan ahli waris kepada Irfan.
"Berkolabosari dengan Koperasi Pemasaran Tlatah Nusantara Raya, ada sekitar 30 ahli waris yang telah mengikuti pelatihan Jarihitam Ecoprint," ujar Yudi.
Menurut Yudi, keunggulan ecoprint terletak pada pendampingan yang dilakukan secara menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir. Peserta tidak hanya dibekali keterampilan produksi, tetapi juga dibimbing hingga produknya siap dipasarkan.
Dengan adanya jejaring produksi dan pemasaran yang kuat, Yudi berharap program ini tidak hanya meningkatkan keterampilan ahli waris, tetapi juga membuka peluang ekonomi jangka panjang serta mencegah mereka jatuh ke dalam kemiskinan akibat kehilangan anggota keluarga.
"Tujuan kami adalah pemberdayaan ekonomi. Banyak ahli waris yang kehilangan tulang punggung keluarga akibat kecelakaan. Melalui diklat dan pelatihan wirausaha ini, kami ingin ekonomi mereka tetap hidup dan memiliki sumber penghasilan baru," ucap Yudi.
Salah satu ahli waris peserta pelatihan, Heni Nurelah, mengaku memperoleh pengalaman baru dari proses pembuatan ecoprint yang seluruhnya dilakukan secara manual dan penuh ketelatenan. Ia menjelaskan, sejak awal peserta dilatih mulai dari menyiapkan kain polos hingga menyusunnya menjadi karya seni bermotif alam.
"Prosesnya dari awal sampai akhir bisa memakan waktu sekitar satu minggu, mulai dari kain polos sampai menjadi kain ecoprint. Setiap daun, bunga dan ranting-ranting itu bisa dimanfaatkan," kata Heni.
Selain Jari Hitam Ecoprint, UMKM binaan IFG Group lainnya, Asta Nusa Warna, menuai sukses dari usaha berbasis minyak atsiri dan rempah. Pendiri Asta Nusa Warna Jejen Ahmar Jaenun mengatakan Asta Nusa Warna kini berkembang hingga memiliki produk turunan yang masuk ke segmen hotel serta memasok bahan baku untuk pasar ekspor.
Dalam perjalanannya, Asta Nusa Warna juga mendapat pendampingan promosi melalui program aktivasi UMKM yang difasilitasi Jasa Raharja. Melalui sejumlah kegiatan, Jejen mengaku memperoleh ruang belajar untuk meningkatkan kualitas produk dan memperluas pasar.
"Saat ini, produk turunan Asta Nusa Warna telah hadir di sekitar delapan hotel di Bandung, dengan skema pemasaran yang difasilitasi Jasa Raharja bersama Koperasi Pemasaran Tlatah Nusantara Raya," ucap Jejen.
Pendiri Koperasi Pemasaran Tlatah Nusantara Raya Agus Riki mengatakan seluruh UMKM telah dibekali standardisasi khusus agar produk yang dihasilkan layak masuk ke jaringan hotel. Standar tersebut mencakup kualitas produk hingga penyesuaian dengan kebutuhan pasar hotel.
"Secara standarisasi UMKM ini, alhamdulillah semuanya sudah memiliki standar khusus seperti apa produk yang bisa masuk di sebuah hotel. Karena itu, kami juga memberikan pendampingan khusus kepada teman-teman UMKM agar bisa mengikuti kebutuhan hotel," ujar Riki.
Pendampingan dilakukan secara berkelanjutan, mulai dari proses produksi hingga penyesuaian produk agar selaras dengan karakter dan kebutuhan masing-masing hotel. Langkah ini menjadi strategi memperluas akses pasar UMKM, tidak hanya di tingkat lokal, tetapi juga nasional.
Keberadaan produk UMKM di butik-butik hotel diharapkan mampu membuka peluang bertemu pembeli dari luar Kota Bandung. Riki optimistis jalur ini dapat mendatangkan purchase order dalam jumlah besar dari pembeli luar daerah.
"Harapannya, dari butik hotel ini kita bisa mendapatkan buyer-buyer dari luar Bandung dengan purchase order yang banyak. Dampaknya tentu akan sangat besar bagi teman-teman UMKM agar terus berproduksi dan mendapatkan pesanan berkelanjutan,” kata Riki.
Keterlibatan Jasa Raharja dalam pemberdayaan UMKM menjadi bagian dari strategi besar IFG. Holding BUMN asuransi, penjaminan, dan investasi ini memandang UMKM sebagai fondasi penting pertumbuhan ekonomi nasional.
"Melalui keterlibatan anak usaha seperti Jasa Raharja dalam program pemberdayaan, IFG ingin mendorong UMKM naik kelas sekaligus memperkuat mata rantai ekonomi dari hulu ke hilir," ujar Sekretaris Perusahaan Indonesia Financial Group (IFG) Denny S Adji.
Denny mengatakan di balik aktivitas usaha yang tampak sederhana, tersimpan ekosistem ekonomi yang menghidupkan banyak pihak. Dalam satu unit usaha UMKM, terdapat mata rantai panjang yang saling terhubung, mulai dari petani, pemasok bahan baku, hingga pelaku usaha pendukung lainnya.
"Usaha seperti ini, meskipun tidak selalu berskala besar, namun memiliki kontribusi nyata dalam menggerakkan perekonomian dan menghidupi banyak pihak. Misalnya kapulaga, petaninya berbeda dengan yang menyuplai akar wangi, dan berbeda lagi dengan yang menyuplai vanila. Masing-masing memiliki ekosistem yang saling terhubung dan bernilai,” ucap Denny.
Ekosistem serupa juga terlihat pada Jari Hitam Ecoprint. Dari dedaunan dan proses manual, usaha ini tidak hanya melibatkan perajin dan penjahit, tetapi juga masyarakat sekitar sebagai penyedia bahan dan mitra produksi. Dari proses yang tampak sederhana tersebut, produk Jari Hitam justru mampu menembus pasar ekspor hingga Rusia.
“Karyanya mampu menembus pasar ekspor hingga Rusia. Awalnya, pembeli dari Rusia mengenalnya melalui produk sepatu, lalu kerja sama berkembang. Material yang dipasok dari sini berupa kain, yang kemudian diolah di Rusia menjadi berbagai produk bernilai tambah seperti pakaian,” ucap Denny.
Menurut Denny, keberhasilan UMKM tidak hanya diukur dari besaran omzet, melainkan dari dampak berantai atau trickle down effect yang dihasilkan, yakni bagaimana aktivitas usaha mampu menggerakkan ekosistem ekonomi dan memberi manfaat luas bagi berbagai pihak.
“Penilaian terhadap UMKM tidak cukup hanya melihat omset. Jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana pergerakan usaha tersebut menghidupkan ekosistem di sekitarnya. Di situlah makna ekonomi, dan di situlah jalan keberhasilan para pengusaha mikro dan ritel," kata Denny.

2 hours ago
3















































