AIVRE 2021
Agama | 2025-05-11 15:23:59

Masalah terbatasnya akses terhadap pendidikan masih menjadi persoalan lama di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun. Angka ini setara dengan tingkat pendidikan sampai kelas 9 atau jenjang SMP. Fakta ini menunjukkan bahwa banyak warga belum dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyebutkan bahwa meskipun ada sedikit peningkatan dari tahun 2023 yang mencatat 9,13 tahun, capaian ini hanya sedikit melampaui target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) sebesar 9,18 tahun. Masih mengacu pada data BPS 2024, sebanyak 30,85% warga usia 15 tahun ke atas merupakan lulusan SMA atau sederajat, sedangkan hanya 10,2% yang berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi.
Ketimpangan Akses Pendidikan
Rendahnya rata-rata lama sekolah di Indonesia yang hanya mencapai jenjang SMP mencerminkan belum meratanya akses pendidikan, terutama pada level menengah dan tinggi. Masalah ini tidak semata disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat, namun berakar pada sistem kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan.
Dalam sistem ini, hanya mereka yang memiliki kemampuan finansial yang bisa menikmati pendidikan yang layak, sementara masyarakat miskin makin tersingkir dari akses pendidikan. Kondisi ekonomi yang lemah membuat rakyat kesulitan menjangkau fasilitas pendidikan, bahkan untuk tingkat dasar.
Meskipun negara telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), sekolah gratis, serta berbagai bentuk bantuan lainnya, kenyataannya belum semua lapisan masyarakat bisa menikmatinya. Sebagian besar program tersebut bersifat terbatas, baik dari segi jumlah maupun sasaran penerima. Belum lagi fakta bahwa layanan pendidikan belum tersebar secara merata di seluruh daerah, terutama di wilayah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T). Warga di wilayah ini menghadapi hambatan ganda: ketidakmampuan ekonomi dan minimnya fasilitas pendidikan yang memadai.
Situasi ini menggambarkan kegagalan sistem kapitalis dalam mewujudkan keadilan pendidikan. Selama pendidikan terus diperlakukan sebagai komoditas dan bukan sebagai hak dasar yang dijamin negara, maka impian untuk memperpanjang rata-rata lama sekolah akan tetap sulit untuk dicapai.
Belum lagi realita swastanisasi pendidikan yang terus meluas, tingginya biaya sekolah, ketimpangan akses antarwilayah, serta kurikulum yang disusun berdasarkan kebutuhan pasar telah mengubah wajah pendidikan dari hak dasar rakyat menjadi alat produksi tenaga kerja murah.
Dalam sistem ini, pendidikan tidak lagi dimaknai sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa, melainkan sebagai jalur untuk memenuhi kebutuhan industri dengan mencetak lulusan yang siap bekerja dengan upah rendah. Sekolah dan perguruan tinggi semakin dikuasai oleh lembaga swasta yang mengedepankan profit, sehingga akses pendidikan berkualitas hanya dapat dinikmati oleh kalangan mampu. Sementara itu, masyarakat miskin harus puas dengan pendidikan seadanya, atau bahkan tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Ketimpangan ini makin parah karena kurikulum yang berlaku tidak membekali siswa dengan kemampuan berpikir kritis atau membentuk kepribadian utuh, melainkan hanya menyesuaikan diri pada standar dan permintaan dunia kerja.
Di sisi lain, dalih efisiensi anggaran membuat negara enggan bertanggung jawab penuh atas pembiayaan pendidikan. Akibatnya, sarana prasarana terbengkalai, gaji guru minim, dan mutu pembelajaran menurun drastis. Semua ini menciptakan sistem pendidikan yang jauh dari keadilan dan keberpihakan pada rakyat. Ketika pendidikan hanya diarahkan untuk kepentingan pasar dan bukan untuk memenuhi hak dasar manusia, maka kesenjangan sosial akan terus melebar dan masa depan generasi bangsa pun kian terancam.
Sistem Pendidikan Islam: Menjamin Hak, Mutu, dan Akses Tanpa Hambatan
Pendidikan adalah hak dasar bagi setiap anak dan menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya secara menyeluruh tanpa diskriminasi. Negara wajib menyediakan infrastruktur publik serta fasilitas penunjang yang layak dan tersebar merata di seluruh wilayah, agar tidak ada satu anak pun yang tertinggal dalam mengakses pendidikan berkualitas.
Inilah sebabnya sistem Khilafah menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan vital yang harus diprioritaskan, Pendidikan merupakan pondasi peradaban agung. Dalam Khilafah, negara menyediakan pendidikan berkualitas dengan menjunjung prinsip-prinsip utama berikut:
Pertama, arah pendidikan Islam ditujukan untuk membentuk pribadi muslim sejati (syakhshiyah Islamiyah) yang dibekali ilmu dan kecakapan hidup. Pendidikan dirancang agar membentuk cara berpikir dan perilaku sesuai nilai-nilai Islam. Kurikulum dirancang menyatu antara keimanan, ketakwaan, dan pengetahuan akademik. Dengan strategi ini, lahirlah generasi unggul secara intelektual dan spiritual.
Kedua, pembiayaan pendidikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara dan diambil dari pos-pos keuangan di baitulmal, seperti fai, kharaj, dan milkiyyah ‘ammah (kepemilikan umum). Negara tidak membebani rakyat dengan pungutan selama dana yang tersedia mencukupi.
Jika dana di baitulmal tidak cukup dan sedekah masyarakat belum memadai, negara boleh memungut pajak (dharibah) hanya kepada warga muslim yang mampu, dan hanya sebesar kebutuhan yang diperlukan—tidak lebih.
Ketiga, pendidikan gratis diberikan dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi tanpa diskriminasi. Tak seorang pun ditinggalkan karena keterbatasan biaya. Islam menjamin setiap individu memiliki akses pendidikan seluas-luasnya sesuai potensi dan minatnya. Tidak mengherankan bila sistem ini melahirkan banyak ilmuwan besar dalam lintas bidang ilmu selama berabad-abad.
Keempat, negara menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti perpustakaan, laboratorium, hingga pusat riset. Bangunan sekolah dan universitas dilengkapi dengan sarana modern guna mendukung riset dalam bidang keislaman (fikih, hadis, tafsir) maupun ilmu eksakta seperti kedokteran, teknik, dan kimia.
Kelima, negara membangun infrastruktur pendidikan yang merata hingga ke wilayah-wilayah terpencil. Dengan dukungan sarana transportasi dan fasilitas umum yang baik, tidak ada lagi cerita murid menyeberangi sungai deras demi bisa sekolah.
Dengan pendekatan yang sistematis dan tanggung jawab penuh dari negara, Khilafah menjamin setiap anak mendapatkan hak pendidikan yang utuh. Sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang aman dan nyaman untuk tumbuh. Negara juga memastikan kesejahteraan guru dan tenaga pengajar agar dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal. Inilah sistem pendidikan Islam—sistem yang melahirkan generasi bertakwa, cerdas, dan kontributif bagi umat manusia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.