Homoscrolling, Alineasi Manusia Modern

4 hours ago 6

Image taufik sentana

Gaya Hidup | 2025-05-10 12:08:53

Fenomena homoscrolling, yang ditandai dengan preferensi dan ketergantungan individu pada interaksi digital dibandingkan interaksi tatap muka, bukan sekadar perubahan perilaku sosial.

Dari sudut pandang psikologis, fenomena ini menyentuh berbagai aspek fundamental dari kebutuhan dan fungsi psikologis manusia, mulai dari pembentukan identitas hingga regulasi emosi dan pemenuhan kebutuhan sosial.

Defisit Interaksi Nyata

Manusia adalah makhluk sosial (homo socius), dan kebutuhan untuk terhubung dan berinteraksi merupakan kebutuhan psikologis dasar yang esensial untuk kesejahteraan mental. Interaksi nyata menyediakan umpan balik sensorik yang kaya – ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh, dan sentuhan – yang krusial untuk memahami dan merespons orang lain secara akurat.

Defisit dalam interaksi nyata dapat mengganggu perkembangan teori pikiran (theory of mind) – kemampuan untuk memahami dan memprediksi pikiran, perasaan, dan niat orang lain. Dalam lingkungan digital yang seringkali ambigu dan kurang konteks, kemampuan ini dapat terhambat, yang berpotensi menyebabkan miskomunikasi, kesulitan membangun empati, dan perasaan terasing.

Mekanisme Psikologis

Keterlibatan dalam homoscrolling seringkali didorong oleh berbagai mekanisme psikologis yang kuat:

Penguatan Intermiten (Intermittent Reinforcement): Platform media sosial dan konten digital dirancang untuk memberikan penghargaan (misalnya, notifikasi, likes, komentar, konten baru yang menarik) secara tidak terduga.

Pola penguatan ini sangat adiktif dan membuat otak terus mencari "hadiah" berikutnya dengan terus melakukan scrolling. Penghindaran Sosial (Social Avoidance):

Bagi sebagian individu, interaksi digital terasa lebih aman dan terkontrol dibandingkan interaksi tatap muka yang melibatkan risiko penolakan, kecanggungan sosial, atau kebutuhan untuk menampilkan diri secara spontan. Layar menjadi perisai yang memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan jarak dan kontrol yang mereka inginkan.

Perbandingan Sosial (Social Comparison): Media sosial seringkali menampilkan representasi diri yang ideal dan terkurasi. Scrolling tanpa henti dapat memicu perbandingan sosial ke atas (upward social comparison) yang tidak realistis, yang pada gilirannya dapat menurunkan harga diri, meningkatkan perasaan tidak adekuat, dan memicu kecemasan.

Pelepasan Dopamin

nteraksi dengan konten digital yang menarik, mendapatkan validasi sosial (misalnya, likes), atau menemukan informasi baru dapat memicu pelepasan dopamin di otak, neurotransmitter yang terkait dengan kesenangan dan penghargaan. Hal ini menciptakan siklus adiktif di mana individu terus mencari stimulasi dan validasi melalui scrolling. Pelarian dari Kebosanan dan Emosi Negatif: Homoscrolling dapat menjadi mekanisme koping untuk menghindari kebosanan, kesepian, stres, atau emosi negatif lainnya. Dunia digital menawarkan distraksi instan dan pelarian sementara dari realitas yang mungkin terasa menantang.

Dampak Psikologis Jangka Panjang:

Ketergantungan kronis pada homoscrolling dan defisit interaksi nyata dapat memiliki konsekuensi psikologis jangka panjang yang signifikan:

Peningkatan Risiko Gangguan Kesehatan Mental

Penelitian menunjukkan korelasi antara penggunaan media sosial yang berlebihan dan peningkatan risiko depresi, kecemasan, gangguan tidur, dan perasaan kesepian. Kurangnya dukungan sosial nyata dan perasaan terhubung secara otentik dapat menjadi faktor kontributor.

Penurunan Empati dan Keterampilan Sosial

Kurangnya latihan dalam membaca isyarat nonverbal dan berinteraksi secara langsung dapat menghambat perkembangan empati dan keterampilan sosial yang penting untuk membangun dan memelihara hubungan yang sehat.

Distorsi Persepsi Diri

Paparan terus-menerus terhadap representasi diri yang ideal di media sosial dapat mengarah pada distorsi persepsi diri, idealisasi yang tidak realistis, dan perasaan tidak puas dengan diri sendiri.

Identitas Diri yang Fragmen

Terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk membangun dan memelihara identitas daring yang terpisah dari diri "nyata" dapat menyebabkan fragmentasi identitas dan kebingungan tentang siapa diri sebenarnya.

Kecanduan Teknologi

Pola penggunaan si homoscrolling yang kompulsif dan sulit dikendalikan dapat berkembang menjadi kecanduan teknologi, dengan gejala seperti penarikan diri, toleransi (kebutuhan untuk terus meningkatkan waktu penggunaan), dan dampak negatif pada berbagai aspek kehidupan.

Keseimbangan Psikologis

Dari perspektif psikologis, penting untuk mengembangkan kesadaran diri (self-awareness) mengenai pola penggunaan teknologi dan dampaknya terhadap kesejahteraan mental. Upaya sadar untuk membatasi waktu layar, memprioritaskan interaksi tatap muka yang berkualitas, dan mengembangkan strategi koping yang lebih sehat untuk mengatasi emosi negatif dan kebosanan adalah langkah-langkah penting. Selain itu, mengembangkan mindfulness atau kesadaran penuh dalam berinteraksi, baik secara daring maupun luring, dapat membantu individu untuk lebih hadir dan otentik dalam setiap interaksi.

dokpri

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |