Oleh : Jaharuddin, Pengamat Ekonomi Islam, Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Jakarta
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hadirnya Bank Syariah Matahari (BSM), yang kini resmi bertransformasi dari Bank Perkreditan Rakyat Konvensional menjadi Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS), menandai momentum penting dalam perjalanan dakwah ekonomi Muhammadiyah di ranah keuangan nasional. Dengan 99,88 persen saham dimiliki oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, institusi ini bukan sekadar lembaga keuangan, tetapi sekaligus instrumen strategis untuk memperluas inklusi keuangan syariah di Indonesia. Konversi resmi BSM menjadi syariah berdasarkan SK OJK No. KEP-39/D.03/2025 pada tanggal 18 Juni 2025 menjadi penegasan komitmen Muhammadiyah dalam membumikan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Berakar sejak tahun 1989, lembaga ini telah menempuh jalan panjang dan kini siap bersaing di era perbankan syariah yang semakin dinamis dan kompetitif.
Dengan total modal awal sebesar Rp6 miliar sebelum konversi, BSM menunjukkan struktur permodalan yang solid untuk kelas BPRS. Setelah transformasi syariah, terjadi penguatan permodalan secara signifikan. Pada Juni 2025, modal tercatat sebesar Rp7,18 miliar, menandakan penambahan yang relevan dengan rencana ekspansi dan penguatan operasional. Kepemilikan dominan oleh Persyarikatan Muhammadiyah menempatkan BSM sebagai alat kendali strategis yang dapat diarahkan untuk memberdayakan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), mulai dari sekolah, rumah sakit, hingga perguruan tinggi dan koperasi. Ini menjadi keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki banyak BPRS lain.
Performa keuangan BSM menunjukkan tren pertumbuhan yang impresif. Aset bank meningkat dari Rp17,3 miliar pada Januari 2024 menjadi Rp41,8 miliar pada Juni 2025, tumbuh lebih dari 141 persen dalam 18 bulan. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga meningkat dari Rp10 miliar menjadi Rp33,9 miliar dalam periode yang sama. Kenaikan signifikan ini mengindikasikan kepercayaan publik terhadap transformasi syariah yang dilakukan. Pembiayaan naik drastis dari Rp13,1 miliar pada Januari 2024 menjadi Rp34,1 miliar pada Juni 2025. Pertumbuhan laba pun tidak kalah mencolok, dari hanya Rp9,6 juta pada awal 2024 menjadi Rp284 juta pada pertengahan 2025. Pertumbuhan aset, pembiayaan, dan laba ini tidak sekadar angka, tetapi refleksi dari peningkatan kepercayaan nasabah, efisiensi pengelolaan dana, serta respon positif terhadap produk-produk syariah yang ditawarkan.
BSM menawarkan berbagai produk penghimpunan dana seperti Tabungan Mahadaya, Tabungan Amanah, Deposito Mahadaya dan Deposito Amanah. Dalam penyaluran dana, produk unggulan mereka mencakup Flexi Ijarah dan Smart Murabahah yang berbasis akad syariah yang jelas, transparan, dan aman dari unsur riba dan gharar. Salah satu kekuatan utama BSM adalah fokus pada segmen AUM: pembiayaan untuk sekolah, universitas, rumah sakit, dan karyawan Muhammadiyah. Ini merupakan captive market yang besar dan relatif stabil. Dengan jaringan AUM di seluruh Indonesia, BSM memiliki ekosistem pelanggan yang loyal dan potensial untuk dikembangkan melalui digitalisasi dan integrasi sistem keuangan Muhammadiyah.
Di tengah dominasi Bank Syariah Indonesia (BSI) dan hadirnya fintech syariah, BSM memiliki ceruk pasar yang sangat spesifik: warga Muhammadiyah. Dengan jumlah anggota lebih dari 30 juta dan lebih dari 170 perguruan tinggi, ribuan sekolah, rumah sakit, hingga koperasi, potensi pasar internal Muhammadiyah luar biasa besar. Lebih jauh, posisi BSM sebagai bank komunitas syariah berbasis dakwah memberikan positioning yang tidak bisa diadopsi oleh kompetitor besar. Kekuatan nilai (value-based banking) dan jaringan sosial (community banking) bisa menjadi strategi penetrasi pasar yang efektif, terutama di daerah urban dan semi urban.
Namun, lahirnya BSM juga tidak dapat dilepaskan dari dinamika relasi antara Muhammadiyah dan salah satu bank syariah besar yang telah ada sebelumnya. Dalam beberapa waktu terakhir, muncul ketegangan yang halus namun bermakna, menyangkut representasi, partisipasi, dan pengakuan kepentingan umat Islam—terutama dari kalangan Muhammadiyah—di dalam struktur dan arah kebijakan bank syariah tersebut. Ketika aspirasi dan kontribusi besar Muhammadiyah tidak mendapat ruang yang proporsional, maka lahirlah inisiatif untuk mendirikan lembaga keuangan sendiri yang dapat sepenuhnya mengakomodasi nilai, kepentingan, dan aspirasi gerakan Islam modernis ini. BSM adalah jawaban yang artikulatif dan cerdas terhadap kebutuhan akan kemandirian ekonomi, sekaligus sebagai kritik halus namun tegas terhadap praktik eksklusivitas di industri keuangan syariah nasional.
Pelajaran besar yang dapat ditarik dari lintasan ini adalah bahwa bank syariah tidak boleh hanya menjadi institusi bisnis semata, tetapi juga harus menjadi mitra kultural dan spiritual umat Islam. Jika lembaga syariah gagal mengakomodasi kepentingan strategis kelompok-kelompok Islam yang menjadi basis utama pasar mereka, maka bukan tidak mungkin model BSM ini akan direplikasi oleh organisasi besar lainnya seperti Nahdlatul Ulama (NU), yang juga memiliki potensi ekonomi dan sosial yang sangat besar. Dengan kata lain, inklusivitas, empati, dan kesetaraan dalam mengelola dan melibatkan umat harus menjadi ruh dari perbankan syariah. Tanpa itu, lembaga keuangan syariah hanya akan menjadi nama tanpa ruh, sistem tanpa substansi.
Tentu saja, tantangan tidak ringan. Skala BSM masih tergolong kecil dibanding pemain utama lainnya. Oleh karena itu, digitalisasi layanan, penguatan manajemen risiko, serta akselerasi literasi keuangan syariah harus menjadi prioritas utama. BSM harus mampu menarik generasi muda Muhammadiyah dengan platform digital yang kompetitif dan user-friendly. Selain itu, kolaborasi lintas amal usaha Muhammadiyah—seperti integrasi dengan aplikasi sekolah, koperasi mahasiswa, dan klinik Muhammadiyah—perlu dilakukan agar transaksi keuangan bisa terjadi dalam satu ekosistem besar yang saling menguatkan.
Hadirnya Bank Syariah Matahari adalah babak baru yang menggembirakan dan penuh harapan bagi industri perbankan syariah nasional. BSM bukan sekadar entitas bisnis, tetapi manifestasi semangat dakwah ekonomi Muhammadiyah yang bertujuan menghadirkan keadilan, maslahat, dan kemandirian umat melalui jalur keuangan. Dengan pertumbuhan keuangan yang meyakinkan, struktur kelembagaan yang kokoh, dan jaringan sosial yang luas, BSM memiliki semua elemen untuk menjadi kekuatan baru dalam industri perbankan syariah nasional. Namun keberhasilan jangka panjang akan ditentukan oleh seberapa sigap BSM dalam berinovasi, beradaptasi dengan digitalisasi, serta merespons kebutuhan umat dengan cerdas dan responsif. Kini saatnya BSM mengambil peran lebih besar. Bukan hanya menjadi pelengkap, tetapi pelopor dalam menyinari dunia perbankan syariah Indonesia dengan cahaya kejujuran, keadilan, dan keberpihakan pada umat.