Premanisme: Ketika Kekuasaan Tanpa Etika Menjadi Gaya Hidup

1 week ago 11

Image Study Rizal Lolombulan Kontu

Agama | 2025-04-30 22:03:36

Premanisme bukan sekadar soal fisik yang kekar, wajah sangar, atau gaya bicara kasar. Premanisme adalah soal mentalitas — cara berpikir dan cara bertindak — yang tumbuh dari kultur kekuasaan tanpa etika. Premanisme bukan hanya milik jalanan atau sudut-sudut pasar. Premanisme justru sering bercokol di tempat-tempat yang tidak kita sangka: kantor pemerintahan, ruang politik, kampus, bahkan mimbar agama.

Ilustrasi "Premanisme" (Dok. Pribadi)

Premanisme lahir ketika hukum kehilangan wibawa, ketika negara absen, dan ketika masyarakat dibiarkan hidup dalam ketakutan. Dalam situasi seperti itu, premanisme tampil bukan sekadar kekuatan fisik, tetapi menjadi “model kekuasaan alternatif” — menggantikan otoritas hukum yang ompong dan menggantikan keadilan yang absen.

Kita mengenal preman pasar, yang menarik upeti dari pedagang kecil. Kita mengenal preman jalanan, yang hidup dari intimidasi dan ancaman. Tapi hari ini, jauh lebih berbahaya adalah preman politik, preman birokrasi, dan preman digital. Mereka tidak selalu bertato atau berteriak di pinggir jalan. Mereka duduk rapi, berbaju necis, bahkan berbicara dengan diksi yang cerdas — tapi mentalitasnya tetap preman: menekan, mengancam, memeras, membungkam.

Premanisme bertahan bukan karena kuat, tetapi karena dibiarkan. Premanisme hidup bukan karena gagah, tetapi karena sistem politik, ekonomi, dan hukum memberi ruang bagi tumbuhnya praktek kekuasaan brutal. Bahkan sering kali, preman-preman ini justru dijadikan alat bagi kekuasaan itu sendiri — dipelihara, dipakai, dan dibiarkan berkeliaran selama masih berguna bagi kepentingan elit tertentu.

Dalam tradisi Mazhab Ciputat, premanisme bukan sekadar problem jalanan. Premanisme adalah cermin dari kegagalan budaya politik. Sebab ketika negara tunduk pada logika preman, ketika hukum tunduk pada kekerasan, ketika ruang publik diatur oleh ancaman, maka kita sedang hidup dalam peradaban yang cacat.

Membongkar premanisme berarti merombak struktur kekuasaan yang korup, membangun kesadaran kritis, dan merestorasi etika dalam politik dan sosial. Premanisme tidak bisa dilawan hanya dengan kekuatan fisik. Premanisme hanya bisa dilawan dengan keberanian moral, solidaritas sosial, dan keberpihakan pada mereka yang selama ini menjadi korban.

Mazhab Ciputat percaya: melawan premanisme bukan sekadar aksi jalanan, tetapi kerja intelektual yang terus-menerus membongkar cara kerja kekuasaan gelap, membangun narasi tandingan, dan menghidupkan keberanian kolektif.

Sebab negeri ini terlalu berharga jika dibiarkan terus-menerus dikendalikan oleh logika preman. (srlk)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |