KDM Nilai Pembinaan Anak Nakal di Barak Militer Belum Saatnya Jadi Program Nasional

4 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menanggapi usulan agar program pembinaan anak bermasalah di barak militer dijadikan program nasional. Ia menyatakan bahwa saat ini belum saatnya program tersebut diadopsi secara luas karena masih dalam tahap uji efektivitas di Jawa Barat.

“Ya, kalau saya merasa bersyukur dan berterima kasih. Tapi tentunya jangan dulu menjadi program nasional. Uji dulu kompetensinya, sukses atau tidak,” kata Dedi, Kamis (8/5/2025).

Dedi menjelaskan bahwa pihaknya sedang menyiapkan kelanjutan dari program barak militer berupa sekolah-sekolah khusus berbasis minat dan bakat di tiap kabupaten/kota. Sekolah ini nantinya akan menampung anak-anak lulusan pelatihan kedisiplinan untuk kembali mengakses pendidikan formal dalam lingkungan yang lebih terarah.

Dedi menambahkan bahwa dalam jangka panjang, sekolah tersebut akan dikembangkan menjadi sekolah kejuruan permanen yang bisa menyalurkan minat siswa menjadi profesi, mulai dari TNI, Polri, wirausaha, seniman, hingga olahragawan.

“Setelah dari komplek pelatihan militer, mereka akan masuk ke sekolah khusus. Sekolah itu seperti sekolah berbakat, misalnya untuk sepak bola. Mereka tetap belajar dengan guru biasa, kepala sekolah biasa, tapi ada pendampingan dari TNI untuk penguatan kedisiplinan,” katanya.

“Yang pertama kalau jangka panjang, kita akan bikin sekolah yang itu permanen tadi sekolah. Dan di sekolah itu anak sudah akan dibikin kejuruan. Dia pengin jadi apa? Pengin jadi tentara, polisi, pengusaha, kemudian seniman. Kita buat. Olahragawan, kita akan buat,” katanya menambahkan. 

Lebih lanjut, Dedi juga merespons masukan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) yang mendorong agar pendidikan anak nakal juga melibatkan peran orang tua. Ia mengakui bahwa faktor keluarga, terutama ketidakharmonisan rumah tangga, turut memengaruhi perilaku anak.

“Pemerintah bisa intervensi dari sisi penataan ruang, sanitasi, perbaikan rumah, dan akses jalan. Tapi kalau sampai harus mengatur agar orang tua tidak bertengkar, itu tidak mungkin. Kesadaran itu harus dari orang tuanya sendiri. Masa gubernur ngurusin rumah tangga?” ujarnya.

Menurut Dedi, jika lingkungan keluarga tidak kondusif, anak-anak bisa dipindahkan ke sekolah berbasis minat dan bakat yang disiapkan oleh pemerintah daerah, untuk memastikan kesinambungan pendidikan dan pembinaan karakter mereka.

Adapun target pembinaan tahap awal berlangsung selama 28 hari, yang bertepatan dengan periode akhir tahun ajaran. “Nanti setelah 28 hari, bertepatan dengan kenaikan kelas, anak-anak akan kembali ke orang tua karena masuk masa liburan sekolah,” katanya mengakhiri.

Sebelumnya, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menyatakan dukungannya terhadap inisiatif pendidikan karakter yang digagas oleh tokoh Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Menurut Pigai, program tersebut memiliki potensi besar dalam membentuk generasi muda Indonesia yang berdisiplin, bertanggung jawab, dan berkarakter kuat.

“Kalau …uji coba pertama ini bagus ya kami meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) untuk mengeluarkan sebuah peraturan supaya ini bisa dijalankan secara masif di seluruh Indonesia. Kalau bagus,” kata Pigai saat jumpa pers, Selasa (6/5/2025).

Ia menegaskan bahwa ide yang digagas Dedi Mulyadi itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia. Sebaliknya, program ini sejalan dengan upaya presiden Prabowo dengan kebijakan populisnya untuk transformasi sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.

Bahkan, ia menyebut bahwa kebijakan Dedi Mulyadi di Jawa Barat menjadi salah satu fondasi agar Indonesia bisa bersaing di kancah internasional pada 2035 mendatang.

“Salah satu yang dimulai oleh Jawa Barat itu salah satunya menuju ke sana, Menyertai kebijakan-kebijakan Populis Yang sedang dicanangkan Oleh presiden Dan sedang dilakukan oleh presiden Prabowo Subianto,” katanya.

Read Entire Article
Politics | | | |