Polusi Energi Fosil Rugikan Kesehatan dan Ekonomi, Transisi Energi Mendesak

5 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketergantungan Indonesia pada energi fosil tak hanya memperburuk krisis iklim, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat dan menekan produktivitas ekonomi. Lonjakan kasus penyakit akibat polusi udara dan proyeksi kerugian ekonomi mendorong pentingnya percepatan transisi energi yang adil dan berkelanjutan.

Dalam kegiatan diseminasi publik “Dampak Sosio-Ekonomi dari Transisi Energi Berkeadilan” yang digelar di Jakarta, Kamis (15/5), WRI Indonesia dan Sekretariat JETP memaparkan hasil studi terbaru yang menunjukkan bahwa sistem energi berbasis batu bara telah menimbulkan beban besar terhadap kesehatan publik dan perekonomian nasional.

Emisi dari pembangkit fosil diproyeksikan menyebabkan 160 ribu kematian dini per tahun pada 2050, serta mendorong 26 juta kasus penyakit ISPA tiap tahun.

“Ketika masyarakat sakit, produktivitas menurun, jam kerja hilang hingga 20 persen. Ini bukan hanya isu lingkungan, tapi ancaman nyata bagi stabilitas ekonomi kita,” kata Climate Manager WRI, Egi Suarga.

Studi tersebut merupakan bagian dari penyusunan dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) oleh Sekretariat JETP. Analisis ini menjadi fondasi penting dalam menyusun strategi pendanaan transisi energi yang tak hanya menekan emisi, tetapi juga melindungi masyarakat yang paling rentan terdampak.

Asisten Deputi Percepatan Transisi Energi Kemenko Bidang Perekonomian Farah Heliantina menegaskan bahwa transisi energi adalah transformasi struktural yang berimplikasi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. “Dengan target pertumbuhan 8 persen, transisi energi menjadi bagian dari strategi nasional, termasuk dalam RPJMN 2025–2029. Ini bukan soal mengganti sumber energi saja, tetapi menciptakan keadilan bagi tenaga kerja, masyarakat miskin, dan daerah penghasil energi.”

Kepala Sekretariat JETP Paul Butarbutar mengungkapkan kebutuhan investasi transisi energi Indonesia mencapai 97 miliar dolar AS hingga 2030. Meski besar, investasi ini akan menghasilkan dampak berlipat. Studi menunjukkan transisi dapat menciptakan 1,8 juta lapangan kerja hijau hingga 2050 dan menyumbang 7,5 persen terhadap PDB nasional pada 2030.

Selain aspek ekonomi, transisi energi juga diproyeksikan menurunkan beban sistem kesehatan secara signifikan. Dalam skenario transisi yang diusung JETP, jumlah kasus penyakit akibat polusi udara menurun dari 25,79 juta menjadi 11,67 juta kasus per tahun. Penurunan ini juga memangkas beban biaya kesehatan hingga 44 persen dibanding skenario tanpa transisi.

“Analisis ini memberi kuantifikasi konkret bahwa transisi energi bukan beban, melainkan peluang besar bagi masyarakat dan perekonomian kita,” kata Nirartha Samadhi, Direktur WRI Indonesia.

Dalam jangka panjang, transisi juga menekan ketergantungan pada impor energi fosil. Volume impor diprediksi turun dari puncaknya 356 juta BOE pada 2040 menjadi sekitar 254 juta BOE pada 2050. Ini akan memperkuat kemandirian energi nasional.

Dengan proyeksi dampak yang luas, para pemangku kepentingan menegaskan bahwa transisi energi harus menjadi agenda strategis nasional, bukan sekadar kebijakan iklim.

Read Entire Article
Politics | | | |