Kejam, Israel Secara Perlahan Membunuh Ratusan Pasien Kanker di Gaza

7 hours ago 5
Pasien kanker Palestina, menyeberang dari Gaza ke Mesir, pada 16 November 2023 silam. Israel telah menghancurkan satu-satunya RS kanker di Gaza. Pasien kanker Palestina, menyeberang dari Gaza ke Mesir, pada 16 November 2023 silam. Israel telah menghancurkan satu-satunya RS kanker di Gaza.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Palestinian Center for Human Rights (PCHR), menyebut Zionis Israel secara sistematis menolak memberikan akses pengobatan kepada pasien kanker di Gaza. Hal ini dinilai sebagai tindakan genosida yang lambat dan disengaja.

Days of Palestine, mengutip laporan baru bertajuk: "The Deadly Wait," menyoroti dampak yang menghancurkan dari penghancuran satu-satunya rumah sakit kanker di Gaza. Yakni Rumah Sakit Persahabatan Turki yang dihancurkan Israel pada Maret 2025.

Serangan itu, dikombinasikan dengan pembatasan perjalanan yang ketat, telah menyebabkan lebih dari 12.500 pasien kanker tidak mendapatkan perawatan yang memadai.

Lebih dari 91% pasien dilarang bepergian ke luar wilayah tersebut untuk berobat.

Akibatnya, ratusan orang meninggal dalam satu setengah tahun terakhir, dan sekitar 2.700 pasien kini dalam kondisi kritis dan tidak tahu harus ke mana.

Persediaan medis juga sangat terbatas, lebih dari 85% obat kanker penting tidak tersedia. Laporan tersebut menggambarkan hal ini sebagai kelalaian yang disengaja yang menimbulkan kerusakan fisik dan psikologis yang parah.

Hanya sekitar 1.100 pasien, kebanyakan wanita dan anak-anak, yang berhasil bepergian untuk berobat, yang menyoroti apa yang dikatakan sebagai penggunaan layanan kesehatan oleh Israel sebagai senjata hukuman kolektif.

Pasien juga terpaksa tinggal di tempat penampungan dan tenda yang penuh sesak setelah berulang kali mengungsi. Banyak yang menyerah untuk mendapat perawatan karena kondisi tempat tinggal yang buruk dan kurangnya akses medis.

Palestinian Center for Human Rights mengecam "proses perjalanan steril" Israel, yang mengharuskan pasien mendapatkan persetujuan keamanan untuk pergi, tanpa jaminan apa pun bahwa mereka akan diizinkan untuk kembali.

Taktik ini, menurut laporan tersebut, mengubah perjalanan medis menjadi alat untuk pemindahan paksa. Seperti sesuatu yang disebutnya sebagai kejahatan perang menurut hukum internasional.

PCHR mendesak intervensi internasional untuk melindungi pasien dan meminta pertanggungjawaban Israel atas apa yang disebutnya kejahatan terhadap kemanusiaan.

Krisis Air Berkepanjangan

Saat perang di Gaza memasuki bulan ke-20, kebutuhan pokok, seperti air telah menjadi pertempuran sehari-hari untuk bertahan hidup.

Bagi warga Palestina di seluruh Jalur Gaza, terutama mereka yang mengungsi di kamp-kamp sementara, akses terhadap air bersih atau bahkan air yang laik pakai sebagai perjuangan yang terus-menerus.

Abu Aziz, pengungsi dari Rafah yang kini tinggal di Deir al-Balah, menggambarkan pencarian air sebagai perang. “Dulu kami sering mendapat truk air, terutama selama gencatan senjata,” ujarnya, menurut laporan Days of Palestine, kemarin. “Namun kini, truk-truk itu jarang muncul.”

Bahkan warga Gaza yang tetap tinggal di rumah mereka menghadapi krisis yang sama.

Kekurangan bahan bakar telah memaksa pemerintah kota untuk memangkas pasokan air secara drastis, terutama sejak Israel menutup jalur penyeberangan di Jalur Gaza pada awal Maret 2025.

Namun, krisis air di Gaza tidak dimulai dengan perang ini. Blokade selama bertahun-tahun, pertumbuhan populasi, dan infrastruktur yang belum berkembang telah menghancurkan sistem air. Menurut Otoritas Air Palestina, 97% air tanah sudah tidak dapat diminum sebelum perang dimulai.

Sejak Oktober, situasi semakin memburuk. Sebuah laporan PBB menemukan bahwa sebagian besar pabrik desalinasi, sumur, dan tangki air telah hancur, terutama di wilayah utara dan tengah Gaza.

Akibatnya, rata-rata orang bertahan hidup hanya dengan 3 hingga 5 liter air sehari, jauh di bawah batas minimum darurat Organisasi Kesehatan Dunia yaitu 15 liter.

Oxfam melaporkan penurunan akses air per kapita sebesar 94%. Air limbah membanjiri area permukiman, meningkatkan kekhawatiran akan wabah penyakit.

Sebanyak 85% infrastruktur air Gaza sekarang tidak dapat digunakan dan telah mendesak masyarakat internasional untuk campur tangan, menyerukan diakhirinya blokade, perlindungan bagi pekerja air, dan pengiriman pasokan segera.

Korban Tewas Akibat Genosida Tembus 52.928 Jiwa

Jumlah korban tewas akibat genosida dan agresi yang dilancarkan pasukan Zionis Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 52.928 warga Palestina. Selain itu, hampir 119.846 dilaporkan terluka sejak 7 Oktober 2023. Demikian Kantor Berita Palestina, WAFA, melaporkan pada Kamis (15/5/2025).

Terbaru, akibat pemboman yang terus dilakukan Israel di berbagai wilayah Jalur Gaza sejak fajar pada Kamis, telah menambah korban tewas. Jumlah korban tewas meningkat menjadi 82 orang, sebagian besar adalah anak-anak dan wanita,

Koresponden WAFA melaporkan bahwa jet tempur Israel mengebom rumah-rumah dan tenda-tenda yang dihuni para pengungsi di berbagai wilayah di Jalur Gaza, khususnya di kota Khan Yunis di Jalur Gaza selatan.

Penembakan yang terus berlangsung mengakibatkan puluhan orang tewas dan cedera, di tengah kerusakan infrastruktur dan properti warga sipil yang meluas.

Pembantaian ini bagian dari eskalasi agresi Israel yang terus berlanjut, yang tidak menyisakan anak-anak dan wanita. Pembantaian dilakukan di tengah kondisi kemanusiaan yang mengerikan yang dialami rakyat kami di Jalur Gaza yang terkepung.

Mila

Read Entire Article
Politics | | | |