REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menemukan dua orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural di Shelter KBRI Istanbul dalam kondisi memprihatinkan.
Temuan ini dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di Turi.
Dua PMI yang berasal dari Provinsi Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat tersebut mengalami kesulitan serius, termasuk tidak memiliki biaya untuk kembali ke Indonesia.
Dalam situasi ini, pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Istanbul juga menghadapi keterbatasan anggaran dalam memfasilitasi proses pemulangan.
Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, menyatakan bahwa temuan ini menjadi bukti nyata masih adanya celah dalam sistem pengawasan dan penempatan pekerja migran.
"Kami mendapati kasus yaitu dua PMI non prosedural yang terlantar. Ketika kami tiba, kondisi mereka sangat memprihatinkan dan kami memutuskan untuk membantu," ujar Filep, Anggota DPD RI asal Papua Barat ini, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Filep menjelaskan bahwa kunjungan Komite III ke Turki merupakan bagian dari pengawasan terhadap implementasi Undang-Undang PPMI.
Dalam rangkaian kunjungan tersebut, Komite III juga melakukan koordinasi langsung dengan KJRI Istanbul untuk memfasilitasi pemulangan kedua PMI ke tanah air, serta berkomunikasi dengan Kementerian P2MI dan Disnaker Provinsi.
“Ini menjadi perhatian serius bahwa pengiriman non prosedural masih terjadi dan membahayakan keselamatan serta kesejahteraan PMI. Kita perlu melakukan evaluasi terhadap sistem penempatan dan pengawasan, mulai dari proses perekrutan hingga perlindungan saat bekerja di luar negeri,” tegasnya.
Komite III DPD RI juga menekankan pentingnya penguatan regulasi dan penegakan hukum untuk memastikan pelindungan menyeluruh terhadap PMI.
Filep menyampaikan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran tidak hanya merupakan kewajiban negara, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia.
"Sebagai penyumbang devisa negara, PMI harus dilindungi dari tindakan yang merugikan hak dan martabat mereka. Sistem pelindungan harus terintegrasi dan melibatkan pemerintah pusat, daerah, serta masyarakat," imbuhnya
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 hadir untuk memberikan jaminan atas hak-hak PMI, baik dari sisi hukum, ekonomi, maupun sosial. Namun, masih ditemukannya berbagai persoalan di lapangan menunjukkan perlunya pengawasan lebih terhadap implementasi UU tersebut.
BACA JUGA: Negara Islam yang Ditakuti Israel Ini Peringkat ke-4 Hasil Tes IQ Tertinggi Dunia
“Melalui pengawasan ini, kami juga melakukan inventarisasi materi berdasarkan masukan dari para pemangku kepentingan, termasuk dari KJRI Istanbul, untuk memperkaya rekomendasi kebijakan dalam penyempurnaan pelindungan PMI ke depan,” jelas Filep.
Komite III DPD RI pun memfasilitasi pemulangan dua PMI tersebut ke Indonesia, yang diserahterimakan kepada Anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Barat dan NTB untuk ditindaklanjuti bersama pemerintah daerah masing-masing.
"Saya mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam pemulangan ini. Kolaborasi seperti ini sangat penting dan diharapkan dapat terus berlanjut untuk memberikan solusi atas permasalahan PMI dan memperkuat sistem perlindungannya,” tutup Filep.