REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyelesaikan pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah BPR Duta Niaga di Pontianak, Kalimantan Barat, sebesar Rp 78,1 miliar. Penanganan cepat ini mendapat apresiasi dari Komisi XI DPR RI yang turut meninjau langsung ke lokasi pada Jumat (9/5/2025), usai izin usaha BPR tersebut dicabut OJK pada 5 Desember 2024.
“Kami pun telah memeriksa secara mendalam proses penanganan bank oleh Tim Likuidasi LPS. Semuanya sudah berjalan baik, yaitu dari segi administrasi, personal touch terhadap para nasabah, dan penanganan komunikasi dengan seluruh stakeholder,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad, dalam keterangan tertulis dikutip Ahad (11/5/2025).
Dalam kunjungan tersebut, Komisi XI juga mendorong LPS untuk menjaga profesionalisme dan memastikan hak nasabah tetap terlindungi sesuai aturan yang berlaku. LPS menunjuk Bank BNI untuk menyalurkan klaim penjaminan kepada nasabah.
“Para nasabah juga menyampaikan bahwa mereka cukup tenang dengan adanya LPS. Dana mereka akhirnya bisa diambil kembali. Nasabah juga lebih yakin dan menyampaikan kepada nasabah lainnya bahwa menabung di bank itu aman karena dijamin oleh LPS," kata Sekretaris Lembaga LPS, Jimmy Ardianto.
Salah satu nasabah, Ibu Dina, mengungkapkan proses pencairan berjalan cepat dan tanpa hambatan. “Dari saat bank ditutup dan kita belum bisa menarik dana kita sampai akhirnya dana kita bisa diambil memang ada prosesnya. Tetapi hingga tim LPS turun tangan, tanpa memakan waktu lama akhirnya dana kita bisa kembali. Proses pencairan juga sangat cepat dan tidak bertele-tele, tidak sampai setengah jam sudah bisa dicairkan,” ujarnya.
Secara nasional, waktu pembayaran klaim penjaminan juga terus dipangkas. Jika pada 2020 proses pencairan tahap pertama butuh 14 hari kerja, kini LPS mampu menyelesaikannya hanya dalam lima hari kerja.
Di Kalimantan Barat sendiri, hingga 30 April 2025, LPS telah menangani klaim penjaminan terhadap tiga BPR/BPRS yang dicabut izinnya, dengan total nilai klaim Rp 127,39 miliar. Dari jumlah itu, Rp 125,84 miliar merupakan Simpanan Layak Bayar (SLB) dan Rp 1,55 miliar merupakan Simpanan Tidak Layak Bayar (STLB).
LPS menjelaskan, STLB terjadi apabila tidak memenuhi tiga syarat 3T yakni tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi Tingkat Bunga Penjaminan LPS, dan tidak terindikasi maupun terbukti melakukan fraud atau tindak pidana perbankan.