REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Isu lingkungan kian bergerak dari sekadar agenda konservasi menjadi isu strategis yang terkait langsung dengan stabilitas kawasan. Karena itu, upaya menjaga lingkungan di Asia Tenggara dinilai membutuhkan dua jalur yang berjalan beriringan antara kolaborasi regional ASEAN dan ketegasan penegakan hukum di tingkat nasional.
Pandangan itu disampaikan Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (IKA FISH), Rasminto, dalam Webinar bertajuk Solidaritas Warga ASEAN dalam menjaga Lingkungan (20/12/2025) yang menghadirkan Assoc. Prof. Dato’ Paduka Dr. Junaidi Abu Bakar IKMAS, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) mantan Meter Pendidikan Kedubes Malaysia untuk RI, dan Zakklyah Amirah Zulika (Duta Mangrove Indonesia).
“Asia Tenggara berada pada posisi geopolitik yang strategis, dari jalur perdagangan hingga energi, namun pada saat yang sama menghadapi kerentanan bencana dan tekanan krisis iklim. Dalam situasi itu, krisis lingkungan dan bencana tidak cukup dipahami sebagai insiden alam, melainkan ancaman non tradisional yang dapat melemahkan tatanan kawasan apabila tidak dikelola lewat kerja sama yang solid”, katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/12/2025).
Ia kemudian menekankan pentingnya pendekatan keamanan manusia (human security) yang menempatkan keselamatan warga sebagai pusat kebijakan. Bagi Rasminto, bencana alam berimplikasi langsung pada jiwa manusia dan ketahanan sosial-ekonomi, sehingga respons kebijakan tidak boleh terfragmentasi.
Rasminto juga menyoroti universalitas Pancasila sebagai modal etik yang relevan bagi tata kelola lingkungan. Ia menautkan sila kemanusiaan dengan pendekatan keamanan manusia dan HAM, persatuan sebagai basis koeksistensi dalam keberagaman, serta keadilan sosial sebagai arah keberlanjutan dan keadilan ekologis.
“Pancasila merepresentasikan moralitas politik, etika solidaritas, dan kepemimpinan berbasis nilai”, tegasnya.
Rasminto juga menekankan, solidaritas kawasan tidak lahir dari retorika, melainkan dibangun melalui konstruksi identitas dan pengalaman kolektif.
“ASEAN dibangun atas kesamaan sejarah, nilai gotong royong, budaya saling menghormati, dan solidaritas bencana yang memperkuat identitas ASEAN sebagai komunitas”, ujarnya.
Rasminto juga menegaskan agenda kolaborasi kawasan dengan ketegasan kebijakan nasional. Ia menyebut penegakan hukum di era Presiden RI Prabowo Subianto, melalui Perpres 5/2025 dan penguatan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) sebagai sinyal bahwa tata kelola lingkungan memerlukan kepastian dan keberanian kebijakan.
Namun, ia mengingatkan bahwa penertiban berskala besar kerap diikuti risiko resistensi yang bergerak melalui ruang opini degna misinformasi dan disinformasi publik.
“Setidaknya jika kita pętakan, ada potensi keterlibatan aktor-aktor rente SDA dan kemungkinan munculnya “proxy/amplifier” dengan pola strategi mulai dari disinformasi, viralitas isu, serangan personal, sampai eksploitasi isu pemicu emosi untuk polarisasi yang menyudutkan pemerintah dalam upaya penegakan hukum hingga penanganan bencana alam yang terjadi”, ujarnya.

2 hours ago
2













































