Harga Emas Tembus 3.200 Dolar AS, Pakar: Faktor Geopolitik Jadi Pemicu Utama

9 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga emas dunia yang kini menembus kisaran 3.200 dolar AS per troy ounce (setara 31,1 gram) tak semata disebabkan oleh permintaan yang meningkat, tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor geopolitik global yang ditandai oleh konflik di berbagai wilayah.

“Kita bisa lihat saat konflik Rusia–Ukraina, Israel–Hamas pada Oktober 2023, lalu Israel–Hizbullah pada Juli 2024. Ketika eskalasi konflik meningkat, harga emas langsung melonjak signifikan. Bahkan, baru-baru ini, kebijakan resiprokal Trump dan konflik Pakistan–India juga mendorong penguatan harga emas,” kata pakar pertambangan sekaligus Direktur Utama PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), Edi Permadi, di Jakarta, Jumat (16/5/2025).

Menurut Edi, pandangan tersebut juga ditegaskan melalui Gold Return Attribution Model (GRAM) yang dikembangkan World Gold Council. Model itu mencatat bahwa risiko geopolitik berkontribusi sebesar 5,15 persen terhadap kenaikan harga emas tahun ini.

Mengutip analisis JP Morgan, Edi menilai tren harga emas masih akan terus menguat. Tahun depan, harga emas diperkirakan bisa mencapai rekor baru hingga 4.000 dolar AS per troy ounce. “Apalagi, pemerintah Amerika Serikat baru saja menetapkan emas sebagai Aset Tier I. Ini akan mendorong peningkatan permintaan dari sektor perbankan,” ujar Edi yang juga merupakan Tenaga Profesional (Taprof) Bidang Sumber Kekayaan Alam (SKA) Lemhannas.

Dalam situasi geopolitik dan ekonomi global yang tidak menentu, emas menjadi komoditas yang paling diburu. Permintaan yang tinggi, namun tak diimbangi dengan pasokan yang cukup, membuat harga terus naik. “Selama beberapa tahun terakhir, ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan inilah yang mengerek harga emas,” ucap Edi.

Untuk Indonesia, Edi menilai langkah strategis pemerintah dalam membentuk Bullion Bank serta peningkatan produksi nasional dari dua smelter milik PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMAN) akan memperkuat posisi emas nasional.

“Kondisi ini bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha dan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara,” ujarnya. Namun, ia mengingatkan agar kondisi pasar yang positif ini juga dibarengi perhatian serius terhadap aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance atau ESG), serta kegiatan eksplorasi.

“Dengan harga emas yang tinggi, perusahaan harus lebih peduli terhadap aspek ESG, termasuk pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan lingkungan. ESG kini menjadi kunci menuju pertambangan yang berkelanjutan,” jelasnya.

Edi juga menekankan pentingnya eksplorasi bagi kelangsungan industri tambang. “Kita tidak bisa bicara tambang tanpa eksplorasi. Itu adalah nadi industri ini. Di saat harga menguntungkan, perusahaan harus mengalokasikan dana lebih besar untuk eksplorasi,” katanya.

Eksplorasi, menurut Edi, penting untuk menambah sumber daya dan mengubah statusnya menjadi cadangan. Ia mengingatkan, perusahaan tidak boleh hanya fokus pada produksi dan melupakan eksplorasi karena hal itu menentukan umur tambang.

Sebagai informasi, PT J Resources Asia Pasifik memproduksi emas sebesar 94 ribu ons (koz) pada 2023 dan meningkat menjadi 101 koz pada 2024. Saat ini, perusahaan mengoperasikan dua tambang, yakni PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) dan tambang emas Penjom di Malaysia. Satu proyek lain, tambang Doup yang dikelola PT Arafura Surya Alam (ASA), tengah dalam tahap konstruksi.

sumber : Antara

Read Entire Article
Politics | | | |