REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kalangan buruh Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan Kota Cimahi, Jawa Barat menolak formulasi penghitungan upah minimum kota/kabupaten (UMK) tahun 2026 yang sudah direstui Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan tersebut, dinilai justru berpotensi memperparah ketimpangan dan disparitas upah antar wilayah. Serta, semakin menjauhkan buruh dari kehidupan yang layak.
Seperti diketahui Presiden Prabowo melalui Kementerian Ketenegakerjaan telah meneken aturan soal formula penghitungan upah tahun 2026. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang baru ditandatangani Prabowo, pada Selasa (16/12). Dalam beleid teranyar, Prabowo memutuskan formula kenaikan upah sebesar Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa) dengan rentang koefisien Alfa 0,5-0,9.
"Tuntutan kami tolak dan batalkan RPP dan PP versi pemerintah. Naikan upah sebesar 8 persensampai dengan10 persen," ujar Koordinator Koalisi 6 Serikat Buruh Bandung Barat Dede Rahmat saat dihubungi, Kamis (18/12/2025).
Dede menilai, dengan skema penghitungan tersebut, upah Bandung Barat cuma naik kurang dari 6 persen dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan kalangan buruh menilai, kenaikan upah tahun 2026 berada diangka 8-10 persen. Artinya jika upah tahun 2025 Rp 3.736.741, kalangan buruh minta UMK tahun 2026 naik sebesar 10 persen atau Rp 373.674. Jadi UMK tahun 2026 Rp 4.110.415.
Aturan tersebut, dinilai dibuat tanpa partisipasi bermakna dari kalangan pekerja sehingga nilai kenaikan upah tak sesuai dengan kebutuhan hidup layak. Sebagai bentuk penolakan, kata Dede. Koordinator Koalisi 6 Serikat Buruh Bandung Barat bakal menggelar aksi mogok daerah selama tiga hari mulai Senin-Rabu 23-24 Desember 2025. Massa buruh akan menggelar aksi di kantor DPRD KBB dan Pemkab Bandung Barat.
"Rencana koalisi 6 Serikat Buruh Bandung Barat akan melaksanakan aksi mogok daerah dari hari Senin sampai Rabu. Senin aksi selebaran di kawasan kawasan industri KBB," kata dia.
Dede melanjutkan, angka kenaikan 8-10 persen dinilai ideal memenuhi kebutuhan para pekerja di tengah kondisi ekonomi tidak baik-baik saja. Di mana harga bahan pokok, BBM, hingga listrik terus menerus naik. Dengan adanya kenaikan tersebut, buruh bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Kita minta kenaikan 10 persen, karena kebutuhan buruh juga meningkat. Lihat harga bahan pokok sekarang terus naik, kalau upah cuma segitu-gitu aja, buruh makin sengsara," katanya.
Terpisah, Ketua Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kota Cimahi Asep Djamaludin mengatakan, formulasi upah sesuai PP yang ditandangani Presiden Prabowo adalah mengabaikan realitas objektif di lapangan. Dimana kebutuhan hidup yang terus meningkat tidak sebanding dengan upah yang didapat.
"Formula yang berlaku saat ini menjadikan upah sebagai variabel ekonomi semata, bukan sebagai hak dasar dan instrumen keadilan sosial. Negara menempatkan buruh sebagai penyangga krisis, bukan sebagai subjek pembangunan atau sebagai bagian integral kehudupan berbangsa dan bernegara," paparnya.

2 hours ago
3














































