Perda KTR Disorot Publik: Sejauh Mana Aturan Baru Ini Ubah Peta Sosial dan Ekonomi Jakarta?

5 hours ago 5

loading...

Ilustrasi kawasan tanpa rokok. (Foto: dok Freepik wirestock)

JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menunjukkan komitmen serius dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui inisiasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Upaya ini langsung menuai perhatian dan sorotan publik lantaran draf awal Raperda tersebut memuat ketentuan yang ketat. Salah satu poin yang menjadi fokus adalah pelarangan pemajangan produk, iklan, promosi dan sponsorship rokok di seluruh area yang ditetapkan sebagai zona KTR.

Selain larangan iklan dan pemajangan, draf awal Raperda KTR DKI Jakarta juga mencantumkan aturan kontroversial mengenai larangan penjualan rokok. Regulasi tersebut secara spesifik mengatur bahwa penjualan rokok dilarang dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan (sekolah) dan tempat bermain anak. Kabar terbaru menyebutkan bahwa draf Raperda KTR ini kini sedang menjalani proses evaluasi mendalam sebelum disahkan, menyusul respons beragam dari berbagai elemen masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Ahli Hukum Tata Negara Ali Rido dalam acara iNews Prime menyampaikan, Mahkamah Konstitusi telah mengatakan bahwa produk tembakau termasuk entitas yang mengikutinya adalah produk legal.

“Dengan keberadaan legalitas ekosistem pertembakauan tersebut, maka konsekuensinya adalah menempatkan dia dalam posisi untuk diatur, bukan untuk dilarang,” ujarnya.

Raperda KTR yang tengah digodok Pemprov DKI Jakarta memiliki payung hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Regulasi setingkat Peraturan Daerah ini kemudian diturunkan dan diselaraskan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang menjadi landasan utama bagi implementasi dan ketentuan yang termuat dalam Raperda KTR.

Menanggapi substansi PP Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur salah satunya mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok, Ali Rido menyatakan bahwa pihaknya memahami alasan di balik detail regulasi tersebut. Namun, ia menekankan pentingnya pertimbangan kekhususan daerah ketika regulasi pusat tersebut diturunkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Menurutnya, perlakuan dan penyesuaian (treatment)yang berbeda harus diterapkan untuk mengakomodasi kondisi spesifik wilayah.

Ali Rido secara spesifik menyoroti kondisi Ibu Kota, mengingat kepadatan penduduk DKI Jakarta yang luar biasa. Ia mengkhawatirkan bahwa jika Raperda KTR diatur terlalu kaku dan sama persis dengan apa yang termuat dalam Undang-Undang dan PP, maka Perda tersebut berpotensi tidak dapat dilaksanakan secara efektif. Kekhawatiran utamanya adalah tidak terpenuhinya asas implementabilitas atau asas yang dapat dilaksanakan dari Perda tersebut di tengah kompleksitas dan kekhasan wilayah Jakarta.

Read Entire Article
Politics | | | |