Salsa Nabila
Edukasi | 2025-05-10 15:46:45

Fenomena judi online di Indonesia semakin marak terjadi dan menjadi persoalan sosial yang memprihatinkan. Meskipunsecara hukum dilarang, judi online terus tumbuh pesat dan menjangkau berbagai lapisan masyarakat, termasuk anak-anak dan remaja. Kemudahan akses internet, lemahnya pengawasandigital, serta janji kemenangan yang instan menjadi beberapa faktor utama yang mendorong tingginya partisipasi generasimuda dalam aktivitas ini. Keadaan ini diperparah oleh minimnyaedukasi dan kontrol dari lingkungan keluarga maupun institusipendidikan.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa pada kuartal pertama tahun 2025 terdapat lebih dari 1 juta pemain judi online di Indonesia, dengan perputaran dana yang fantastis mencapai Rp47 triliunhanya dalam waktu tiga bulan. Fakta ini mencerminkan betapamassifnya praktik perjudian digital dan sejauh mana dampaknyatelah menyebar ke berbagai lapisan masyarakat, mulai darikerusakan rumah tangga, kriminalitas, hingga korban jiwa, terutama di kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Yang lebih mengkhawatirkan, pelaku judi online tidak hanyaberasal dari kelompok usia dewasa, tetapi juga telah menyasaranak-anak dan remaja. PPATK bahkan mencatat adanya aktivitasdeposit hingga Rp6,2 triliun dalam kuartal yang sama, sebuahangka yang mencerminkan daya tarik dan sekaligus kecanduantinggi terhadap praktik ini. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menegaskan bahwa pemerintah telah menindak sejumlah situs judi online dan selebgram yang terlibat dalam promosi perjudian digital. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengumumkan bahwa sebanyak 14.117 rekening terkait judi online telah diblokir per Maret 2025. Meski pemerintah telah memblokir situs dan menangkap pelaku, judi online tetap marak karena sifatnya yang lintas negara dan adaptif terhadap teknologi. Karena itu, diperlukan pendekatan holistik: penegakan hukum harusdibarengi dengan edukasi digital, pengawasan transaksi, dan kerja sama internasional. Seluruh elemen masyarakat mulai dariorang tua, sekolah, tokoh agama, media harus ikut terlibat dalam pencegahan. Jika tidak segera ditangani, generasi muda akanmenjadi korban utama dari budaya judi digital yang merusakmasa depan bangsa.
Untuk memahami bagaimana pesan mengenai judi online menyebar luas, teori komunikasi model alir banyak tahap dapatdigunakan sebagai acuan. Teori ini menjelaskan bahwa informasi dari media tidak selalu diterima langsung oleh individu, melainkan dapat melalui perantara seperti teman, atau influencer di media sosial. Dalam konteks ini, promosi judionline tidak hanya muncul dalam bentuk iklan formal, tetapi juga lewat konten di media sosial, percakapan di grup obrolan, hingga ajakan dari lingkungan sekitar. Opini dan perilakuindividu terhadap judi online pun lebih banyak terbentuk karenatekanan sosial dan pengaruh lingkungan dibandingkan darimedia utama secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyebaran informasi bersifat kompleks dan dipengaruhioleh interaksi sosial.
Data terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada kuartal pertama tahun 2025 mengungkapkan bahwa pemain judi online usia 10–16 tahun telah menyetor dana lebih dari Rp2,2 miliar, sementarakelompok usia 17–19 tahun mencapai Rp47,9 miliar. Kelompok usia 31–40 tahun mencatat angka tertinggi dengan total deposit sebesar Rp2,5 triliun. Lebih dari 71 persen pemain judi online diketahui memiliki penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan dan terjerat utang di luar jalur resmi seperti bank, koperasi, maupun kartu kredit. Tak hanya itu, jumlah pemain judi online melonjakdrastis dari 3,7 juta orang pada tahun 2023 menjadi 8,8 juta pada 2024. Sebagian besar dari mereka diketahui terlilit utang non-perbankan.
Melihat kondisi ini, upaya pencegahan tidak bisa hanya bergantung pada pemblokiran situs atau penindakan hukum. Diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Pemerintah harus memperkuat regulasi digital dan membatasi ruang promosi judi online di berbagai platform. Selain itu, institusi pendidikan dan keluarga harus mengambilperan aktif dalam memberikan literasi digital dan pengawasanterhadap aktivitas anak-anak di dunia maya. Kampanye sosialdan pelaporan masyarakat juga menjadi langkah penting dalam mengurangi pengaruh dan penyebaran praktik ini.
Pada akhirnya, peningkatan jumlah pemain judi online di kalangan anak dan remaja merupakan peringatan keras akanlemahnya sistem perlindungan terhadap generasi muda. Permasalahan ini tidak hanya berdampak pada ekonomi individu, tetapi juga mengancam stabilitas sosial dan masa depan bangsa. Diperlukan kerja sama yang solid antarapemerintah, masyarakat, media, dan keluarga untuk menanggulangi masalah ini secara menyeluruh. Tanpa tindakannyata, Indonesia berisiko kehilangan generasi mudanya kepada jebakan judi online yang terus berkembang secara masif dan sistematis.
Ditulis oleh:
Nurul Aisyah Rahmawati, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta
Salwa Shofwah Hanaan, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta
Salsa Nabila, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.