Momen Harkitnas, Guru Besar UIN SGD Ingatkan Pendidikan Agama yang Kehilangan Konteks dan Relevansi

4 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pendidikan agama di era sekarang dinilai telah kehilangan konteks dan relevansi terhadap kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama cenderung hanya berfokus pada tekstual, ajaran inti agama tanpa mengaitkannya dengan isu sosial yang dihadapi bangsa.

"Pendidikan agama yang hanya mengajarkan nilai-nilai spiritual tanpa mengaitkannya dengan masalah nyata di masyarakat, membuat ajaran tersebut kehilangan relevansi dan terasa kosong," ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD), Prof H. Bambang Qomaruzzaman di Bandung, Kamis (22/5/2025).

Guru Besar di bidang Ilmu Kebijakan Pendidikan ini meyakini penting bagi para pendidik maupun pemuka agama untuk beradaptasi, menyelesaikan persoalan yang ada, seiring dengan berkembangnya zaman. Kemudian, berupaya untuk mengemas materi agama yang dapat diterima generasi masa kini, guna menarik kesadaran mereka untuk beragama sekaligus bernegara secara baik.

“Beragama itu bukan hanya aksi untuk mati, melainkan juga untuk hidup lebih baik di konteks kehidupan sosial masyarakatnya," kata Bambang.

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Jawa Barat ini menganggap eksklusivisme beragama lahir dari rasa curiga. Karenanya, hidup bersama dalam perbedaan, saling toleransi adalah cara efektif untuk menghilangkan eksklusivisme.

Menurutnya, jika generasi muda memiliki spirit moderat dalam beragama di ruang publik, maka akan timbul semangat untuk menjaga persatuan dan kerja sama untuk berjuang menciptakan bangkitnya semangat nasionalisme.

Bambang mengklaim momen kebangkitan nasional terjadi ketika semua warga bangsa merasa perlu membangun ikatan bersama menghadapi persoalan bersama saat itu, yakni kolonialisme. Saat ini, Indonesia memiliki banyak tantangan yang lebih berat dari kolonialisme pra-1945. Sayangnya, tantangan ekstremisme belum disadari bersama, sehingga masing-masing warga masih belum terpanggil untuk bergerak bersama.

“Pada titik inilah pendidikan agama secara moderat diperlukan untuk mendorong pentingnya hidup bersama dengan penganut agama apapun, demi menciptakan kebangkitan nasional yang kedua," ujar Bambang.

Menurut Bambang, pendidikan agama moderat menjadi salah satu kunci untuk membangkitkan nasionalisme di era digital, terutama untuk membangun semangat kebangsaan dan melindungi generasi muda dari ekstremisme.

“Pendidikan agama moderat bukan mengubah agama itu sendiri, tetapi mengubah cara beragama agar dapat diterima oleh semua kalangan di ruang publik. Beragama secara moderat berarti menerima keberagaman sebagai modal untuk hidup bersama, bukan sebagai penghalang," katanya.

Bambang menyakini pendidikan agama moderat akan membantu menciptakan kesadaran pentingnya bekerja sama antar umat beragama untuk memperkuat solidaritas nasional.

Read Entire Article
Politics | | | |