Kejagung Buru Pendana 'Operasi Pelemahan Citra Kejaksaan'

8 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mendalami tentang sumber uang yang digunakan oleh tersangka Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) untuk menjalankan ‘operasi’ obstruction of justice atau perintangan penyidikan tiga perkara korupsi yang ditangani Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Sementara ini, penyidikan baru mengetahui kedua tersangka utama dalam perintangan penyidikan itu, menggelontorkan dana sekitar Rp 1,3 miliar untuk aktivitas tersangka Tian Bachtiar (TB) dan Muhammad Adhiya Muzzaki (MAM).

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menerangkan, biaya yang digelontorkan MS, dan JS kepada TB serta MAM itu masing senilai Rp 484 juta, dan Rp 864 juta. “Dari mana sumber uang-uang itu, apakah itu uang pribadinya MS (dan JS), itu adalah pertanyaan yang juga sedang digali dan didalami oleh penyidik. Tetapi, penyidik sudah mengetahui uang-uang itu, (digunakan) oleh tersangka MS, JS, TB dan MAM untuk mengorganisir dan melakukan berbagai aktivitas melemahkan institusi Jampidsus dan Kejaksaan Agung, juga untuk memengaruhi keputusan pengadilan terhadap tiga perkara korupsi,” ujar Harli.

Tiga perkara korupsi tersebut, kata Harli, terkait dengan korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah di Bangka Belitung yang sudah terbukti di pengadilan merugikan keuangan negara setotal Rp 300 triliun. Dan perkara korupsi perizinan ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) yang menyeret Musim Mas Group, Permata Hijau Group, serta Wilmar Group sebagai terdakwa. Juga terkait perkara korupsi importasi gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai terdakwa.

Tiga perkara korupsi yang selama ini dalam penanganan oleh penyidik Jampidsus menjadi objek obstruction of justice oleh para tim pengacara para terdakwa. MS dan JS, bersama-sama TB, serta MAM dikatakan saling bersekongkol untuk melakukan permufakatan jahat merintangi proses penyidikan dan putusan pengadilan. Caranya, menurut penyidik dengan melakukan aksi-aksi nonyudisial untuk membingkai negatif atas proses pengusutan dan persidangan kasus-kasus tersebut melalui kanal-kanal pemberitaan, dan informasi-informasi palsu di media-media sosial (medsos).

Seperti peran JS, yang dikatakan membuat kajian-kajian, atau seminar-seminar yang menegasikan hasil penyidikan Jampidsus. Bahkan membuat skenario-skenario demonstrasi yang dikatakan menyudutkan peran Kejagung. Lalu aksi-aksi tersebut meminta TB untuk menyiarkannya melalui saluran-saluran pemberitaan. Dan TB dikatakan menerima bayaran untuk membuat program-program televisi dengan tujuan serupa. Sedangkan peran MAM menjadi pemimpin 150-an buzzer yang menggunakan platform-platform medsos, seperti TikTok, Instagram, maupun Twitter.

Tersangka MAM dikatakan memproduksi visual-visual, maupun video-video yang menarasikan informasi-informasi yang dinilai kejaksaan sebagai framing negatif terhadap proses penyidikan perkara-perkara korupsi yang sedang diusut di Jampidsus. Informasi-informasi negatif tersebut, lalu disebarkan ke jejaring media sosial. “Jadi ini kelompok yang terorganisir untuk melemahkan institusi dan untuk memengaruhi pengadilan. Dan perlu ditegaskan, bahwa ini bukan masalah pemberitaan-pemberitaannya, tetapi ini menyangkut soal keempat tersangka yang melakukan permufakatan untuk melakukan itu,” ujar Harli.

Read Entire Article
Politics | | | |