loading...
Penyidik Kejagung saat menggeledah rumah Zarof Ricar di Senopati, Jakarta Selatan. Foto/Istimewa
JAKARTA - Penetapan Zarof Ricar sebagai tersangka Tidak Pidana Pencucian Uang ( TPPU ) dinilai merupakan langkah progresif Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelum adanya Undang-Undang (UU) Perampasan Aset. Pasalnya, dengan penggunaan pasal TPPU diyakini bisa dikejar pengembalian kerugian negara maupun pengungkapan suap-suap lain yang dilakukan Zarof.
“Dengan TPPU, paling tidak saksi-saksi atau terdakwa bisa memberikan informasi sumber uang berasal darimana saja,” kata Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho, Rabu (7/5/2025).
Dia melihat ada dua dimensi pentingnya penetapan Zarof Ricar sebagai tersangka TPPU. Pertama, dimensi pengembalian uang negara, yaitu Kejagung tidak hanya mempidanakan Zarof saja, tetapi juga mengembalikan kerugian keuangan negara.
Baca juga: Ketum Al Irsyad Dukung Kejagung Bongkar Kasus Suap Zarof Ricar
Kedua, dimensi pembuktian dan pembongkaran kasus. Zarof di persidangan diharapkan akan memberi keterangan tentang asal-usul uang Rp951 miliar dan emasnya, maupun digunakan untuk mengatur kasus apa saja.
“Uang itu dari mana, siapa? Perkara apa? Persidangan di mana? Jangan sampai Zarof ini akan menutup diri. Kan repot kalau menutup diri. Kalau mau membuka kan itu hampir lima tahun, masak tidak ingat? Sehingga jika dibuka akan terus berlanjut, siapa yang harus bertanggung jawab atas suap atas TPPU ini,” kata Hibnu.
Dirinya melihat cara ini akan cukup efektif untuk membongkar dugaan mafia peradilan dari temuan uang dan emas senilai hampir Rp1 triliun ini. Dengan belum adanya UU Perampasan Aset, kata Hibnu, penggunaan TPPU merupakan cara normatif yang bisa membuat efek jera bagi pelakunya.
“Ini kan bisa mengetahui follow the money ini sebenarnya larinya ke mana saja. Ini cara pemiskinan melalui TPPU,” katanya.
Hibnu menyarankan Kejagung menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengetahui aliran uang suap agar memudahkan pembongkaran secara menyeluruh.
“Sebagai bentuk informasi sumber dana, aliran dana, maka PPATK bisa memberi bantuan yang nyata, sehingga Kejagung tinggal membongkarnya,” pungkas dosen pengajar Fakultas Hukum Unsoed Purwokerto ini.
(rca)