Mengapa Barat Gagal Tumbangkan Rezim Iran Seperti di Irak dan Afghanistan?

9 hours ago 6

Seorang pengunjuk rasa memegang poster Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di Teheran, Iran, Jumat, 20 Juni 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN— Pada bulan-bulan terakhir 2025, lanskap politik Timur Tengah sekali lagi menyaksikan kebangkitan kembali gagasan yang telah berusia puluhan tahun yang, meskipun telah berulang kali gagal, tetap hidup di kalangan kekuasaan Barat yaitu perubahan rezim di Iran melalui tekanan eksternal, terutama intervensi militer.

Menyusul bentrokan langsung antara Iran di satu sisi dan AS serta Israel di sisi lain, wacana intervensi telah kembali ke permukaan media dan perdebatan politik Barat.

Hal ini terlepas dari kenyataan bahwa baik pengalaman masa lalu di kawasan ini—dari Irak dan Libya hingga Afghanistan— maupun analisis para ahli tidak mendukung kelayakan atau hasil positif dari jalan tersebut.

Laporan ini menawarkan pandangan analitis yang terdokumentasi mengenai kegagalan, kontradiksi, dan konsekuensi dari kebijakan perubahan rezim terhadap Iran.

Kebijakan perubahan rezim di Iran selalu didasarkan pada asumsi bahwa tekanan eksternal dapat dengan cepat membongkar struktur politik negara tersebut.

Namun, pada kenyataannya, sistem pemerintahan Iran telah mengembangkan jaringan institusi pertahanan, intelijen, dan mobilisasi publik yang mampu merespons skenario semacam itu dalam menghadapi tekanan ekonomi, militer, dan politik yang kuat.

Berlawanan dengan kepercayaan umum, protes domestik dan ketidakpuasan masyarakat yang meluas tidak selalu menjadi tanda bahwa masyarakat siap untuk menerima kekosongan kekuasaan atau intervensi asing.

Dalam banyak kasus, tekanan eksternal tidak melemahkan rezim, sebaliknya, tekanan tersebut justru memperkuat kohesi internal dan memicu sentimen nasionalis.

BACA JUGA: Israel Gunakan Bala Tentara dari Bangsa Jin untuk Hadapi Iran Selama Perang 12 Hari?

Kebijakan ini— yang dilakukan oleh Washington dan sekutunya dalam berbagai bentuk sejak tahun 1980-an—tidak hanya gagal dalam kasus Iran, tetapi juga menghasilkan ketidakstabilan daripada transformasi politik yang langgeng di negara-negara lain.

Pengalaman di Libya dan Venezuela menunjukkan bahwa mengandalkan tekanan eksternal tanpa konsensus internal hanya akan menghasilkan kekacauan, bukan perubahan yang berkelanjutan.

Read Entire Article
Politics | | | |