Kematian Sultan Agung Membuat Pengaruh Kerajaan Mataram Melemah

2 hours ago 2

loading...

Wafatnya Sultan Agung membuat satu persatu wilayah Kerajaan Mataram mulai melepaskan diri. Foto/SindoNews

JAKARTA - Wafatnya Sultan Agung membuat satu persatu wilayah Kerajaan Mataram mulai melepaskan diri. Saat itu kekuasaan Sultan Agung diwariskan ke anaknya bernama Sultan Amangkurat I. Saat di masa Sultan Amangkurat I itulah pengaruh kekuasaan Mataram mulai menurun ditandai semakin sempitnya wilayah kekuasaan.

Blambangan contohnya yang semula di masa Sultan Agung bisa ditaklukkan, konon akhirnya terlepas. Di Blambangan ini adanya serbuan orang-orang Bali sehingga membentuk kerajaan kecil yang berdiri sendiri, dengan raja yang juga menamakan dirinya susuhunan.

Upaya penguasaan wilayah Banten oleh Mataram semasa Sultan Agung pun tak dilanjutkan oleh anaknya. Banten yang aman di belakang Batavia di bawah kekuasaan Belanda, tak pernah mengakui kekuasaan Mataram.

Di luar Pulau Jawa, beberapa daerah yang semasa Sultan Agung memberi hormat mulai menyatakan membelot. Raja Makassar yang sejak 1635 bersekutu dengan Mataram, hendak diterima Sunan hanya sebagai seorang hamba dari sebuah daerah taklukan, sekalipun Raja Makassar itu sendiri tidak pernah mengakui Mataram sebagai pertuanan yang lebih tinggi.

Baca juga: Strategi Raja Mataram Percepat Pembangunan Istana Megah, Sayembara hingga Kerahkan 300 Ribu Warga

H.J. De Graaf dalam bukunya berjudul "Disintegrasi Mataram : di Bawah Mangkurat I" yang dikutip SindoNews, Rabu (14/5/2025) mengisahkan, hanya Palembang yang tetap setia sampai akhir mendukung langkah Kerajaan Mataram di bawah kekuasaan Sultan Amangkurat I. Entah mengapa Palembang masih mendukung dan setia ke Mataram.

Bisa saja berdasarkan tradisi lama, atau karena merasa terancam oleh musuh Mataram, yaitu Banten dan Jambi yang sedang berkembang dengan pesat. Wilayah Jambi sendiri memang masih memberi sembah dan setianya ke Raja Mataram.

Baca juga: Ambisi Amangkurat I Bangun Istana Megah Mataram yang Tertunda Akibat Huru-hara Internal

Tetapi tidak lama kemudian terdapat suatu aliran yang kuat sekali dalam kerajaan ini, khususnya di kalangan generasi muda, yang ingin memisahkan diri dari Jawa. Di Kalimantan pun nyaris sama. Setelah 1660 tidak terdapat lagi sisa - sisa kekuasaan Mataram, sedangkan Makassar menghargai orang Jawa paling-paling sebagai sekutu.

Bahkan dari ikhtisar singkat ini pun sudah terlihat bahwa, antara kenyataan dan pengakuan tentang luasnya kekuasaan itu, terdapat jurang yang dari tahun ke tahun menjadi semakin dalam dan semakin lebar. Di sinilah perlu ditelaah proses kehancuran kerajaan di Jawa dan daerah seberang ini dengan lebih teliti.

Kehancuran Mataram ini dapat menjalar ke mana-mana begitu cepat dan hebat, disebabkan oleh sangat kurangnya keperkasaan sang raja. Sering sekali ia melancarkan rencana peperangan, dan berkali-kali mengancam akan melakukan tindakan perang yang keras, tetapi jarang sekali atau tidak pernah terwujud dalam pukulan yang nyata.

Menariknya, ada pernyataan menarik dari laporan utusan Belanda pada 16 Desember 1659, di mana salah satu ketidakberhasilan peperangan Mataram karena sang raja tidak akan mudah meninggalkan Istana Mataram.

Sebab di luar istana, Sultan Amangkurat I tak pernah merasa aman, dan ia pun tidak akan mempercayakan sebagian kekuatan tentaranya kepada pembesar mana pun, karena kelaliman pemerintahan yang telah dilakukannya menjadikan dia ditakuti dan dibenci setiap orang.

(cip)

Read Entire Article
Politics | | | |