Asia Berpotensi Buang Dolar AS Rp41.300 Triliun, Ancaman Besar bagi Amerika

5 hours ago 3

loading...

Negara-negara Asia berpotensi melepas kepemilikan triliunan dolar Amerika Serikat. FOTO/Contribune

JAKARTA - Negara-negara Asia berpotensi melepas kepemilikan dolar Amerika Serikat (AS) senilai USD2,5 triliun atau setara Rp41.300 triliun. Langkah ini diperkirakan akan menjadi bagian dari gelombang dedolarisasi global yang semakin kuat, terutama dari negara-negara BRICS dan negara berkembang lainnya.

CEO Eurizon SLJ Capital Stephen Jen menyebut potensi ini sebagai "longsoran salju" pelepasan dolar oleh eksportir dan investor institusional Asia yang selama bertahun-tahun telah menimbun mata uang tersebut.

"Kami menduga penimbunan dolar oleh eksportir dan investor Asia sangat besar, mungkin sekitar USD2,5 triliun atau lebih. Ini bisa menjadi risiko besar bagi dolar terhadap mata uang-mata uang Asia," ujar Jen dalam wawancara dengan Bloomberg, dikutip dari Watcher Guru, Sabtu (10/5).

Baca Juga: Warren Buffett: Dolar AS Sedang Menuju ke Neraka

Indeks mata uang Bloomberg menunjukkan dolar AS telah melemah sekitar 8% sejak Februari, sementara mata uang-mata uang Asia menunjukkan penguatan signifikan. Hal ini semakin mendorong agenda dedolarisasi oleh negara-negara BRICS serta mitra strategis lainnya di kawasan Asia.

Menurut Jen, pergeseran kekuatan ekonomi global dan ketidakseimbangan perdagangan telah menempatkan dolar AS pada posisi rentan yang bisa menjadi ancaman bagi Amerika. Mata uang lokal kini dianggap lebih menarik, karena tidak dibebani utang dan dapat memperkuat produk domestik bruto (PDB) masing-masing negara dalam perdagangan bilateral.

Baca Juga: Beda Jauh, Ini Perbandingan Anggaran Perang Pakistan dengan India

Dedolarisasi juga mulai terlihat di negara-negara seperti Taiwan, Malaysia, dan Vietnam, yang kini cenderung menggunakan mata uang lokal dalam transaksi internasional. Jen menambahkan, surplus eksternal yang dimiliki negara-negara Asia turut memperkuat kemampuan mereka untuk melindungi diri dari fluktuasi nilai dolar.

"Ekonomi Asia memiliki kemampuan dan alasan kuat untuk beralih dari dominasi dolar. Ketergantungan terhadap dolar tidak lagi menjadi keharusan, apalagi di tengah gejolak pasar global," ujar Jen.

(nng)

Read Entire Article
Politics | | | |